Ilustrasi. Foto: dok MI/Atet Dwi.
M Ilham Ramadhan Avisena • 22 August 2024 10:33
Jakarta: Alokasi belanja lain-lain dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025 yang diusulkan pemerintah membengkak bila dibandingkan dengan APBN 2024. Hal itu menguatkan ketidaktransparanan dalam pemakaian anggaran.
Ekonom senior Faisal Basri memerinci usul dana untuk belanja lain-lain pada tahun depan mencapai Rp631,8 triliun, atau 23,5 persen dari total belanja pemerintah pusat di RAPBN 2025.
Dari catatannya, alokasi belanja lain-lain setiap tahun cenderung meningkat. Pada 2021 alokasi belanja lain-lain sebesar 4,0 persen dari total belanja APBN, lalu naik menjadi 17,7 persen pada 2022. Kemudian, pada 2023 alokasi belanja lain-lain tercatat turun menjadi 10 persen dari total belanja APBN. Namun, kembali naik pada 2024 menjadi 13,9 persen.
"Pengeluaran lain-lain itu sudah ciri khas era Jokowi, bukan hanya rancangan. Karena realisasinya begitu, kelihatan selama 10 tahun," ujar Faisal dalam diskusi bertajuk Reviu RAPBN 2025: Ngegas Utang yang disaksikan secara daring, dikutip Kamis, 22 Agustus 2024.
Faisal menduga belanja lain-lain itu digunakan untuk membayar utang dan beban utang pemerintah. Pengambil kebijakan tidak pernah mengungkap tujuan dan penggunaan dana dari pos belanja lain-lain.
"Jadi, memang diumpetin, seolah-olah subsidi mengecil, APBN makin sehat, maka dimasukkan lain-lain, itu supaya fleksibel. Ini tidak sehat. Ini akuntabilitas terganggu," tutur Faisal.
Alokasi tinggi pada RAPBN 2025
Ekonom Awalil Rizky mengatakan belanja lain-lain dan belanja pembayaran bunga utang menjadi bagian dari belanja yang mendapatkan alokasi tinggi pada RAPBN 2025. Belanja pembayaran bunga utang tercatat dialokasikan sebesar Rp552,8 triliun.
"RAPBN 2025 melanjutkan tren besarnya kedua jenis itu," kata dia.
Bila merujuk dari Buku II Nota Keuangan pemerintah, alokasi belanja lain-lain dalam RAPBN 2025 paling besar. Pada 2020, alokasi belanja lain-lain tercatat Rp120,0 triliun; Rp79,7 triliun pada 2021; Rp404,3 triliun pada 2022; Rp225,0 triliun pada 2023; dan Rp335,4 triliun pada 2024.
Saat dimintai tanggapan tentang besarnya alokasi belanja lain-lain, anggota Badan Anggaran (Banggar) DPR Dolfie OFP memastikan pihaknya akan meminta penjelasan terperinci kepada pemerintah.
"Ini akan dibahas Banggar. Dalam KEM-PPKF (Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal) sudah disepakati bahwa pelaksanaan belanja lain-lain akan mengikuti mekanisme hak bujet DPR RI," ujar Dolfie kepada
Media Indonesia.
Utang superjumbo
Menurut Faisal, pemerintahan Presiden Joko Widodo meninggalkan warisan utang dan biaya utang yang besar bagi pemerintahan berikutnya. Jika kebijakan utang tahun ini sesuai dengan yang direncanakan, nilainya bakal mencapai Rp8,7 kuadriliun. "Tahun depan, mungkin ditambah, mungkin bisa Rp10 kuadriliun," ujar dia.
Selama 10 tahun menjalankan roda pemerintahan, Presiden Jokowi telah mengerek besaran utang pemerintah hingga 3,3 kali lipat. Namun, besaran utang yang ditarik itu dinilai Faisal tidak membuahkan hasil lantaran pertumbuhan ekonomi relatif mentok di kisaran lima persen.
Rasio utang Indonesia pada 2023 tercatat 39,2 persen terhadap produk domestik bruto (PDB). Angka itu kerap disebut aman karena dibandingkan dengan Jepang yang menembus 260 persen PDB.
"Perlu diingat, Jepang membuat utang besar itu, beban bunganya hanya 6,2 persen dari total pengeluarannya. Kita, kan, 20 persen," kata Faisal.
Pada tahun ini, beban bunga utang diperkirakan mencapai 19 persen PDB. Angka itu akan naik ke 20,3 persen seperti yang dituangkan dalam RAPBN 2025.