Theofilus Ifan Sucipto • 16 January 2024 10:42
Jakarta: Relawan hingga aktivis didorong bersatu menghadapi ancaman reformasi jelang pemilihan umum (pemilu). Ancaman tersebut muncul usai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang berujung pada pencalonan anak Presiden Joko Widodo (Jokowi) Gibran Rakabuming Raka.
“Kami menyadari ada situasi yang sedang tidak baik baik saja dan ikhtiar kami ini ikhtiar kecil, untuk menyalakan lilin kesadaran, walaupun nyalanya kecil untuk menyala di hati kita, agar terus setia memperjuangkan apa yang kita sebut cita-cita reformasi," kata perwakilan Komite Gerak Bareng Ilham Akbar dalam keterangan tertulis, Senin, 15 Januari 2024.
Hal tersebut diungkap Ilham dalam "Political Economic Outlook 2024" di Jakarta. Komite Gerak Bareng merupakan gabungan dari tiga kelompok relawan, yakni Relawan IndonesiAnies, Relawan Progresif, dan Jaga Demokrasi.
"Ada yang lebih penting dari memenangkan capres kita, tapi untuk memastikan bahwa demokrasi dan reformasi tetap on the track,” jelas Ilham.
Ahli ekonomi Faisal Basri dalam diskusi itu mengkritik keras pemerintahan Presiden Jokowi. Sebab, tak sungkan melanggengkan politik dinasti melalui putusan MK.
Faisal juga menyoroti dampak negatif kebijakan ekonomi pemerintah selama ini. Terutama, tingginya utang negara yang akhir 2023 yang mencapai Rp8.000 triliun
“Indeks demokrasi, oligarki dan persepsi korupsi itu bersejajar dengan ekonomi nah betapa sebetulnya ekonomi juga sudah di ujung tanduk," kata dia.
Di sisi lain, CEO PolMark Eep Saefulloh Fatah menekankan Pemilu 2024 tidak akan berlangsung dalam satu putaran. Mengingat, masih banyaknya pemilih yang belum menentukan pilihan.
Dari hasil riset lembaganya, ada sekitar 42 persen suara yang masih diperebutkan, ia membantah angka-angka survei yang menyatakan Prabowo-Gibran akan menang satu putaran.
"Tidak benar pada waktu itu survei banyak katakan (suara Prabowo-Gibran) 45 persen, 47 persen, bahkan mendekati 50 persen. Tidak benar menurut survei kami. Kalau ada yang mengatakan demikian itu bukan dari Lembaga riset tapi mungkin juru kampanye,” jelas Eep.
Adapun Aktivis HAM Haris Azhar mengingatkan pentingnya memperhatikan janji keadilan yang belum terpenuhi oleh pemerintahan Jokowi. Dia juga menyoroti praktek-praktek politik dan industri yang merugikan.
“Kita tidak boleh meninggalkan mereka yang dijanjikan keadilan oleh Jokowi waktu terpilih sebagai presiden tapi tidak dipenuhi bahkan menambah masalah baru. Ada banyak praktek politik dan prakter industrial yang terus mengandalkan kebijakan negara,” katanya.