Serangan Mematikan Gaza Sebagai Pengalihan Isu Kasus Suap Netanyahu

Benjamin Netanyahu. (ATEF SAFADI/EPA-EFE)

Serangan Mematikan Gaza Sebagai Pengalihan Isu Kasus Suap Netanyahu

Riza Aslam Khaeron • 19 March 2025 13:39

Yerusalem: Serangan udara Israel ke Gaza pada Selasa, 18 Maret 2025 memicu tuduhan serius bahwa Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu sengaja menggunakan serangan tersebut sebagai pengalihan isu dari kasus suap yang sedang menjeratnya.

Melansir The Guardian pada Selasa, 18 Maret 2025, para pengunjuk rasa di Israel menuduh Netanyahu "memanfaatkan perang" untuk mempertahankan kekuasaannya dan melindungi dirinya dari krisis politik dan hukum.

"Serangan ini adalah alat politik untuk kepentingan pribadi. Mereka menciptakan ancaman eksternal dan menuduh orang-orang yang berbicara menentang hal ini sebagai anti-demokrasi," kata Ora Peled Nakash, mantan perwira senior di Angkatan Laut Israel yang juga menjadi penggerak aksi protes.

Ketegangan politik di Israel meningkat setelah Netanyahu mengumumkan pada Minggu, 16 Maret 2025 bahwa dirinya berencana untuk memecat Kepala Shin Bet, Ronen Bar, menyusul penyelidikan dugaan aliran dana ilegal dari Qatar, negara yang sering dituduh sebagai donatur utama Hamas kepada tiga orang ajudannya, membuat beberapa pihak menyalahkan Netanyahu atas serangan 7 Oktober 2023.

Netanyahu juga dituding mencoba memperkuat dukungan politik dari kelompok sayap kanan dengan menciptakan krisis baru di Gaza untuk mengalihkan perhatian publik dari kasus tersebut.

Menurut The Guardian, Shin Bet telah mengeluarkan laporan yang menerima tanggung jawab atas kegagalan intelijen dalam serangan Hamas pada 7 Oktober 2023 yang menewaskan 1.200 orang dan menyebabkan 251 orang disandera. Namun, laporan tersebut juga menyalahkan kebijakan Netanyahu yang dianggap memperburuk situasi keamanan.

Meski begitu, Netanyahu belum mengakui kegagalannya dan menolak bertanggung jawab atas insiden tersebut.

Netanyahu, yang saat ini sedang menjalani persidangan atas dugaan korupsi, dituduh menerima suap, melakukan penipuan, dan penyalahgunaan kepercayaan dalam tiga kasus berbeda. Jika terbukti bersalah, Netanyahu berpotensi menghadapi hukuman penjara.
 

Baca Juga:
Militer Israel Perintahkan Warga Gaza Mengungsi di Tengah Serangan Udara

Pada Selasa, 18 Maret 2025, pengadilan Israel mengabulkan permintaan Netanyahu untuk tidak hadir dalam sidang dengan alasan "situasi perang yang sedang berlangsung."

Dalam protes yang digelar di Tel Aviv pada Selasa malam, 18 Maret 2025, puluhan ribu warga Israel menyerukan gencatan senjata dan mendesak Netanyahu mundur dari jabatannya. Ayelet Svatitzky, seorang aktivis yang saudaranya tewas di Gaza, menuntut penghentian segera serangan dan kelanjutan negosiasi pembebasan sandera.

"Mereka masih bisa diselamatkan. Dan mereka yang tidak selamat pantas untuk dipulangkan dan dimakamkan dengan terhormat… Kita harus kembali ke gencatan senjata dan negosiasi, karena itu satu-satunya cara untuk membawa mereka pulang," kata Svatitzky.

Kelompok Tikva Forum of Hostages’ Families menyatakan bahwa Hamas tidak akan pernah membebaskan semua sandera secara sukarela.

"Tekanan militer besar-besaran, blokade total termasuk pemutusan listrik dan air, serta pendudukan wilayah akan memaksa Hamas bernegosiasi dan membebaskan semua sandera sekaligus," bunyi pernyataan resmi kelompok tersebut.

Netanyahu juga menghadapi tekanan dari sekutu politik sayap kanan, termasuk Itamar Ben Gvir yang pada awalnya keluar dari koalisi pada Januari 2025 sebagai bentuk protes atas kesepakatan gencatan senjata dengan Hamas.

Namun, setelah Israel melanjutkan serangan ke Gaza, Ben Gvir kembali ke kabinet dan mendukung penuh kebijakan Netanyahu.

"Realitasnya adalah Netanyahu mencoba memperkuat posisinya di pemerintahan dan mempertahankan dukungan dari kelompok sayap kanan menjelang pemungutan suara penting di parlemen dalam beberapa minggu mendatang," ujar seorang pengamat politik yang dikutip oleh The Guardian.

Kondisi di Gaza terus memburuk setelah serangan Israel yang dimulai sejak 7 Oktober 2023. Lebih dari 48.900 warga Palestina tewas akibat serangan tersebut, termasuk ribuan warga sipil. Sekitar 59 sandera masih berada di Gaza, dan lebih dari separuhnya diyakini telah meninggal.

Para pengunjuk rasa menuduh Netanyahu memanfaatkan perang sebagai pengalih perhatian dari skandal politik dan kasus korupsi yang sedang menjeratnya.

"Dia membuka pintu neraka bagi orang-orang yang kita cintai," ujar Einav Zangauker, ibu dari seorang sandera yang masih ditahan Hamas. "Netanyahu tidak melindungi Israel, dia melindungi dirinya sendiri."

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Surya Perkasa)