Warga Jaksel Disekap di Myanmar, Keluarga Mengadu ke Bareskrim Polri

Yohana, keluarga korban TPPO di Myanmar. Foto: Medcom/Vania.

Warga Jaksel Disekap di Myanmar, Keluarga Mengadu ke Bareskrim Polri

Siti Yona Hukmana • 12 August 2024 15:37

Jakarta: Warga Jakarta Selatan (Jaksel), Suhendri Ardiansyah, diduga menjadi korban penyekapan di Myanmar. Keluarga mengadukan kasus dugaan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) ini ke Bareskrim Polri.

"Saat ini fokus untuk minta pergerakan pemerintah dan kepolisian Indonesia untuk kepulangan Hendri," kata sepupu Suhendri, Yohanna di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Senin, 12 Agustus 2024.

Yohanna mengatakan sejatinya dia sudah tiga kali ke Bareskrim Polri, Jakarta Selatan. Kedatangan kedua kali dia disuruh berkonsultasi dengan tim Satuan Tugas (Satgas) Pemberantasan TPPO. Kemudian, kedatangan hari ini dia membuat pengaduan masyarakat (dumas) disertai penyerahan bukti-bukti.

"Salah satu bukti chat-an si Risky yang ngajak si Hendri ini. Lalu ada laporan Kemenlu dan BP2MI sama rekaman suara di dalam satu flash disk. Itu saja," ujar Yohanna.
 

Baca juga: 

Tangani TPPO, Korban Mesti Diberdayakan


Yohanna mengaku sudah melapor juga ke Kementerian Luar Negeri (Kemenlu). Pihak Kemenlu disebut meminta tunggu progres dan dipastikan akan menyampaikan perkembangannya ke pihak keluarga.

"Terkait Kemenlu, kemarin keluarga dapat kabar bahwa mereka baru bisa mengeluarkan satu WNI tanggal 30 Juli kemarin. Dia bilang itu pun bertahap. Kayak ada kloter gitu sih katanya. Entah sepupu saya ini di kloter ke berapa nggak tau gitu," ungkap Yohanna.

Yohanna menceritakan awal mula saudaranya menjadi korban penyekapan di Myanmar. Dia menyebut mulanya Suhendri diajak bekerja di Thailand oleh temannya, Risky. 

Suhendri yang tengah menganggur tergiur dengan ajakan Risky. Terlebih, kala itu Risky sudah berada di Negeri Gajah Putih itu.

"Lalu, dia ngabarin Hendri bahwa bosnya ini lagi cari tenaga kerja dan gue disuruh cari 10 orang nih dalam satu tim" kata Risky gitu," tutur Yohanna.

Suhendri yang sudah kenal dekat dengan Risky tidak ragu berangkat ke Thailand Pada 11 Juli 2024. Tiba di Thailand, Suhendri langsung bertemu Risky dan diajak ke penginapan.

Setelah empat hari di Thailand, Suhendri masih bersama Risky. Komunikasi dengan keluarga masih baik.

Setelah empat hari, Risky mengaku mendapat arahan dari bosnya untuk memberangkatkan Suhendri lebih dulu ke perusahaan yang berada di Mae Sot, sebuah kota di Thailand. "Sedangkan dia (Risky) disuruh nyari 10 orang nih, kenapa nggak nunggu satu tim ini kumpul gitu. Katanya 'nggak apa-apa, kita berangkatin aja dulu Hendri. Karena kita juga udah nyiapin tempat kok disana, di perusahaan'," ucap Yohanna.

Kemudian, Suhendri berangkat bersama Risky ke sebuah terminal dengan mobil yang sama. Setiba di terminal, Risky dan Suhendri berpisah karena disuruh tetap tinggal di Thailand menunggu kloter kedua yang masih kurang sembilan orang.

Kemudian, Suhendri berangkat bersama beberapa orang India ke Mae Sot. Namun, setelah delapan jam perjalanan, Suhendri curiga tidak kunjung sampai di Mae Sot. Dia pun bertanya ke Risky melalui pesan singkat. Risky pun meminta Suhendri berpikir positif dan ikuti arahan bos.

"Setelah empat jam berlalu, berarti kurang lebih 12 jam perjalanan itu baru nyampe si Hendri tiba-tiba di Myanmar. Pas turun dia langaung chat Risky 'Ky ternyata gue nyampenya ke Myanmar ya buka ke Mae Sot'. Sudah gitu perusahaan yang dibilang si bos itu diluar ekspetasi semua, ini tempatnya jorok, kotor, kumuh, nggak ada kayak kantor-kantor sama sekali, kayak rumah susun yang kumuh banget lah kata dia," terang Yohanna.

Kemudian, Risky yang telah pulang ke Indonesia pada 30 Juli 2024 mengaku sudah tidak saling komunikasi dengan Suhendri. Hal ini, kata Yohanna, yang menjadi pertanyaan keluarga. Sebab, Risky yang mengajak tetapi bisa balik ke Tanah Air dengan sehat.

"Sedangkan, kita dapat telepon dari Hendri dia tuh di sana disekap, disiksa karena orang sana tuh minta tebusan sebesar 30 ribu USD. Selama uang itu belum masuk, si Hendri sih setiap nelpon ke kita, dia selalu di siksa sama orang sana. Enggak dikasi makan juga, minumpun nunggu hujan dia baru bisa minum," beber Yohanna.

Komunikasi terakhir dengan Suhendri, para pelaku penyekapan meminta 30 persen dari 30 ribu USD, bila tak sanggup. Menurut Yohanna, jika dihitung-hitung nilainya masih di atas Rp100 juta. Sedangkan, dia menyebut Suhendri berasal dari keluarga tidak mampu.

"Dia pun mau berangkat ke sana untuk mendapatkan gaji yang besar ya, untuk membahagiakan keluarganya. Tapi, kenyataannya dia malah ditawan dan dimintai tebusan," katanya.

Bahkan, pelaku penyekapan disebut meminta 30 persen uang tebusan itu disertai ancaman. Pelaku mengancam akan mengamputasi kaki dan tangan Suhendri bila uang tak kunjung dikirim dalam waktu 4 hari.

"Ya saya sih berdoa hanya gertakan ya. Setelah itu kita itu benar-benar kalau masalah uang kita nggak bisa. Makanya dari pihak keluarga hanya bergerak meminta bantuan sama pemerintah dan kepolisian aja," pungkasnya.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Anggi Tondi)