Penerbitan Surat Utang Pemerintah Diharap Lebih Berimbang

Gedung Kementerian Keuangan. Foto: Dokumen Kementerian Keuangan.

Penerbitan Surat Utang Pemerintah Diharap Lebih Berimbang

Fetry Wuryasti • 7 January 2024 22:35

Jakarta: Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyatakan telah memiliki strategi dalam rencana penarikan utang di 2024. Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu Suminto mengatakan strategi pembiayaan tahun depan akan berbasis pada fleksibilitas dan opportunistic approach.

Hal ini dikhawatirkan akan menyedot likuiditas, yang seharusnya bisa lebih cair ditujukan untuk penyaluran kredit. Sebab perbankan dan juga investor ritel akan lebih memilih penempatan dana di SBN.

Head of Fixed Income at Sucorinvest Asset Management Dimas Yusuf mengatakan, dibandingkan dengan penerbitan SBN pada 2023 dan 2022, sebenarnya angka di 2024 tidak terlalu ekstrem kenaikannya.

Biasanya pemerintah juga akan merevisi target kembali di tengah tahun berjalan. Ini terlihat pada setahun penuh 2023, defisit anggaran jauh lebih kecil dibandingkan dengan antisipasi di awal 2023, yaitu 1,65 persen terhadap PDB.

"Sejauh ini pasar keuangan tidak terlalu khawatir. Tapi perlu dicarikan keseimbangan yang lebih baik antara kebutuhan primary issuance, atau instrumen-instrumen seperti SRBI diseimbangkan dengan kondisi secondary market," kata Dimas, dihubungi Minggu, 7 Januari 2024.

Menjadi catatan, dia tekankan, banyaknya instrumen surat utang yang diterbitkan pemerintah harus lebih berimbang dalam menarik likuiditas.

Baca juga: Jaga Likuiditas, Bank Harus Batasi Kepemilikan Maksimum SBN
 

SRBI sedot likuiditas pasar


Selain surat utang negara (SUN/SBN) yang pelaku pasar sudah familiar, sejak September 2023 juga terdapat instrumen Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI). Penerbitan SRBI, kata Dimas, tidak kecil dan cukup menyedot likuiditas di pasar.

Pada minggu pertama 2024, lelang SRBI mencapai Rp22 triliun. Pasar sempat berharap dari sisi penerbitan surat utang SRBI bisa turun di 2024.

Alasannya, meski likuiditas perbankan masih cukup, tetapi di dalam ekosistem yang sama, likuiditas pada instrumen keuangan lain seperti secondary market untuk SBN, dan pasar obligasi korporasi menjadi lebih kering dari biasanya.

Ketika ada satu instrumen yang cukup menjadi mayoritas atau mendominasi dan menyedot likuiditas, tentu akan berdampak ke instrumen lain.

"Tadinya pelaku pasar berharap penerbitan SRBI akan turun atau yield (imbal hasilnya akan turun). Tetapi ketika informasinya berubah ketika lelang SRBI di Januari dari dua kali seminggu menjadi sekali seminggu. Memang hanya satu kali, tapi penerbitan lelangnya besar Rp22 triliun," kata Dimas.

Memang masing-masing institusi memiliki kebutuhan. Pemerintah butuh dana untuk program-programnya, Bank Indonesia butuh perkuat dana untuk stabilisasi nilai rupiah, dan antisipasi kenaikan inflasi.

SRBI memang instrumen baru, dengan imbal hasil/yield yang relatif tinggi dibandingkan dengan SUN, dan periodenya pendek.

"Tapi ternyata market penyerapannya ternyata cukup besar. Karena penerbit dari SRBI yaitu Bank Indonesia, tenornya pendek. Maka animonya sangat besar. Sampai sekarang total penerbitan SRBI sekitar Rp250 triliun, sejak September 2023. Itu bukan angka yang kecil. Ini tidak bisa dikatakan tidak ada dampak (kepada instrumen keuangan lainnya)," kata Dimas.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
Viral!, 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(Husen Miftahudin)