Pemerintah akan Bahas Implikasi Penghapusan Presidential Threshold Terhadap Pilpres 2029

Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra. Medcom.id/Kautsar

Pemerintah akan Bahas Implikasi Penghapusan Presidential Threshold Terhadap Pilpres 2029

Kautsar Widya Prabowo • 3 January 2025 11:35

Jakarta: Menteri Koordinator Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra mengatakan pemerintah menghormati putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapus ambang batas pencalonan presiden dan calon wakil presiden atau presidential threshold 20 persen. Pemerintah akan membahas implikasinya terhadap pengaturan pelaksanaan Pilpres 2029.

"Jika diperlukan perubahan dan penambahan norma dalam UU Pemilu akibat penghapusan presidential threshold, pemerintah tentu akan menggarapnya bersama-sama dengan DPR," ujar Yusril dalam keterangan tertulis, Jumat, 3 Januari 2024.

Yusril memastikan pemerintah melibatkan seluruh pihak terkait pembahasan aturan ini. Mulai dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) hingga pegiat pemilu.

"Semua stakeholders, termasuk KPU dan Bawaslu, akademisi, pegiat pemilu, dan masyarakat tentu akan dilibatkan dalam pembahasan itu nanti," beber dia.

Yusril menegaskan semua pihak tidak dapat melakukan upaya hukum apa pun terhadap putusan MK. Sebab, putusan MK bersifat final dan mengikat.

"MK berwenang menguji norma undang-undang dan berwenang pula menyatakannya bertentangan dengan UUD 45 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," ujar dia.
 

Baca Juga: 

Pakar Sebut Presidential Treshold Sebelumnya Bertentangan dengan Nasionalitas Konstitusi


MK mengabulkan gugatan terkait penghapusan presidential threshold 20 persen. Dengan putusan ini, ambang batas pencalonan presiden menjadi 0.

Hal tersebut diputuskan dalam sidang perkara nomor 62/PUU-XXII/2024 yang digelar di Ruang Sidang MK, Jakarta, Kamis, 2 Januari 2025). Perkara tersebut terregistrasi dalam perkara 62/PUU-XXII/2024 yang diajukan Enika Maya Oktavia.

"Menyatakan norma Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6109) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," kata Ketua MK Suhartoyo dilansir dari Website MK pada Kamis, 2 Januari 2025.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Achmad Zulfikar Fazli)