Praktik usang laporan harta pejabat. Dok MI
Media Indonesia • 15 April 2025 06:24
DI negeri ini, mendisiplinkan pejabat dalam soal penyerahan laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) bak menangkap belut dalam oli, sangat licin. Tengoklah kepatuhan penyerahan LHKPN 2024. Meski batas akhir penyerahan laporan sudah dilonggarkan dari akhir Maret 2025 menjadi Jumat, 11 April 2025, masih ada lebih dari 16 ribu penyelenggara negara yang belum menyerahkan LHKPN mereka ke KPK.
Berdasarkan data KPK, hingga batas akhir itu, masih ada 16.668 penyelenggara negara yang belum melaporkan harta kekayaan mereka. Itulah mengapa tingkat kepercayaan publik kepada para penyelenggara negara lemah. Tingkat kedisiplinan penyelenggara negara dalam melaporkan harta kekayaan mereka sekaligus menjadi cermin bagaimana para pejabat itu bisa disiplin mengelola hal yang menjadi tugas mereka, termasuk mengelola keuangan negara.
Wajar bila sebagian publik curiga jangan-jangan keengganan penyelenggara negara menyerahkan LHKPN itu dilatarbelakangi oleh strategi menyembunyikan harta mereka. Jika ia seorang pejabat pucuk pimpinan di institusi pemerintahan, tidak bisa disalahkan pula jika publik pesimistis untuk menaruh kepercayaan kepada pucuk pimpinan birokrasi yang bertipe tidak transparan itu untuk mengelola APBD atau APBN.
Masyarakat yang hingga saat ini masih belum bebas dari impitan berbagai masalah, utamanya ekonomi, bisa jadi kian antipati kepada penyelenggara negara bermental seperti itu. Di tengah daya beli masyarakat yang masih rendah, terus munculnya ribuan pengangguran baru akibat gelombang PHK, kekecewaan publik kian bertambah oleh kelakuan sejumlah pejabat negara yang tak taat aturan itu.
Kewajiban menyerahkan LHKPN merupakan perintah dari UU No 28/1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. Artinya, aturan itu sudah berusia 27 tahun. Faktanya, hampir tiga dekade aturan tersebut diterapkan, hingga kini masih banyak penyelenggara negara yang berani melanggarnya. Bukan satu-dua, melainkan belasan ribu orang.
Bisa jadi karena sudah uzur, aturan itu kini tak lagi banyak yang mengindahkan. Apalagi dalam aturan itu hanya mencantumkan sanksi administratif bagi mereka yang melanggar, bukan sanksi pidana. "Tenang saja, semua aturan bisa diatur," begitu barangkali pikir mereka.
Baca Juga:
16.867 Pejabat Negara Belum Lapor LHKPN ke KPK |