Bawaslu Tawarkan Tiga Varian Keserentakan Pemilu 2029

Ketua Bawaslu Rahmat Bagja. MI/Tri Subarkah

Bawaslu Tawarkan Tiga Varian Keserentakan Pemilu 2029

Tri Subarkah • 8 May 2025 21:03

Jakarta: Penyelenggaraan pemilihan umum dan pemilihan kepala daerah dalam tahun yang sama pada 2024 menjadi tantangan bagi Komisi Pemilihan Umum (KPU) maupun Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Meski dapat menuntaskan tugas, namun kedua lembaga masih kewalahan.

Ketua Bawaslu Rahmat Bagja menggambarkan tahapan penyelenggaraan Pemilu dan Pilkada 2024 yang berhimpitan, berimplikasi pada fokus penyelenggara dengan beban kerja yang berat. Dia mengatakan penentuan ulang model keserentakan diperlukan sebagai jaminan perlindungan hak bagi pemilih maupun peserta.

Setidaknya, Bagja menawarkan tiga varian keserentakan pemilu yang dapat diterapkan pada 2029. Varian pertama, tetap menggelar pemilu dan pilkada dalam tahun yang sama seperti 2024. Namun, dua varian lain yang ditawarkannya memberikan jeda antara satu dan dua tahun.

Varian kedua, misalnya, memisahkan antara pemilu nasional dan pemilu lokal. Menurut Bagja, pemilu nasional pada 2029 menjadi ajang untuk memilih anggota DPR, DPD, dan presiden/wakil presiden. Sementara itu, pemilu lokal yang ditujukan untuk memilih DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, gubernur, dan bupati/wali kota dilakukan pada 2030 atau 2031.

"(Varian II) ini napas penyelenggara pemilu juga bisa dijaga. Bahkan untuk masyarakat dan juga partai pengusung dan pengusul itu juga lebih kuat untuk melakukan sinergi dengan partai politik yang lain dalam mengusung kepala daerah," ujar Bagja dalam diskusi bertajuk Kupas Tuntas Rencana Revisi Undang-Undang Pemilu dan Pemilihan di Bawaslu, Jakarta, Kamis, 8 Mei 2025.

Varian ketiga yang ditawarkan Bawaslu adalah pemisahan antara pemilu dan pilkada yang dijeda antara satu dan dua tahun. Pemilu pada 2029 dapat digelar untuk memilih DPR, DPD, presiden/wakil presiden, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota. Sedangkan, pilkada digelar pada 2030 dan 2031.

"Jadi ada masa jeda. Lebih baik varian kedua dan varian ketiga," kata Bagja.
 

Baca Juga: 

Rencana Pemilu Lewat E-Voting, Bawaslu Soroti Kesiapan Infrastruktur


Dalam kesempatan yang sama, Ketua KPU Mochammad Afifuddin mengakui pihaknya ngos-ngosan menyelenggarakan pemilu dan pilkada di tahun yang sama pada 2024. Apalagi, Indonesia tak pernah punya pengalaman menggelar model keserentakan seperti 2024.

Dia menyarankan pembentuk undang-undang memberikan jeda antara pemilu dan pilkada agar tidak ada tahapan yang berhimpitan. Setidaknya, kata Afif, jeda waktu yang dibutuhkan adalah 1,5 tahun 

Sementara, anggota Komisi II DPR Muhammad Khozin mengakui DPR masih berfokus menyerap aspirasi publik soal RUU Pemilu yang dapat berbentuk kodifikasi. Penyerapan itu dilakukan lewat audiensi dan diskusi kelompok.

"Jangan kemudian kita langsung melompat kepada keputusan sistem apa, skema apa, termasuk rentang waktu seperti apa, sementara mitigasi masalahnya belum tuntas," jelas dia.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Achmad Zulfikar Fazli)