Rupiah. Foto: Metrotvnews.com/Husen.
Jakarta: Nilai tukar (kurs) rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada penutupan perdagangan hari ini mengalami penguatan, di saat mata uang Negeri Paman Sam tersebut alami keterpurukan gegara data tenaga kerja AS yang suram.
Mengutip data Bloomberg, Kamis, 3 Juli 2025, nilai tukar rupiah terhadap USD ditutup di level Rp16.195 per USD. Mata uang Garuda tersebut menguat sebanyak 51,5 poin atau setara 0,32 persen dari posisi Rp16.246,5 per USD pada penutupan perdagangan hari sebelumnya.
"Pada perdagangan sore ini, mata uang rupiah ditutup menguat 51,5 poin, sebelumnya sempat menguat 55 poin di level Rp16.195 per USD dari penutupan sebelumnya di level Rp16.246,5 per USD," kata analis pasar uang Ibrahim Assuaibi dalam analisis hariannya.
Sementara itu, data Yahoo Finance juga menunjukkan rupiah berada di zona hijau pada posisi Rp16.193 per USD. Rupiah naik 38 poin atau setara 0,23 persen dari Rp16.231 per USD di penutupan perdagangan hari sebelumnya.
Sedangkan berdasar pada data kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor), rupiah berada di level Rp16.209 per USD. Mata uang Garuda tersebut menguat 27 poin dari perdagangan sebelumnya di level Rp16.236 per USD.
Data tenaga kerja AS suram
Ibrahim mengungkapkan, pergerakan nilai tukar rupiah hari ini dipengaruhi oleh sentimen data tenaga kerja AS yang suram. Data Nonfarm Payrolls (NFP) itu, para ekonom memperkirakan ekonomi AS akan menambah sekitar 110 ribu pekerjaan pada Juni, turun dari peningkatan sebesar 139 ribu yang terlihat pada Mei. Data NFP merupakan indikator utama untuk jalur kebijakan suku bunga The Fed selanjutnya.
"Pembacaan tersebut muncul di tengah meningkatnya spekulasi atas pemotongan suku bunga oleh Fed, dengan tanda-tanda pendinginan yang sangat besar di pasar tenaga kerja diharapkan akan memacu pelonggaran lebih lanjut. Trump juga mengulangi seruannya untuk menurunkan suku bunga minggu ini, sembari menyerang Ketua Fed Jerome Powell," tutur Ibrahim.
Selain itu, fokus investor juga tertuju pada pengesahan RUU pajak dan belanja yang kontroversial melalui Kongres. DPR, terakhir terlihat mempertimbangkan RUU tersebut untuk pemungutan suara, yang menurut Trump dapat dilakukan di kemudian hari.
Kekhawatiran seputar RUU tersebut sebagian besar terkait dengan dampak potensialnya terhadap utang pemerintah AS dan kesehatan fiskal. "Kekhawatiran akan peningkatan utang yang cepat telah memicu aksi jual obligasi pemerintah AS, yang menekan dolar dalam beberapa minggu terakhir," papar Ibrahim.
(Ilustrasi kurs rupiah terhadap dolar AS. Foto: MI/Susanto)
Bank Dunia-IMF sunat proyeksi pertumbuhan ekonomi
Di sisi lain, kebijakan proteksionis dan arah geopolitik AS pascaera Donald Trump menimbulkan turbulensi baru dalam perekonomian global. Oleh karena itu, lembaga-lembaga internasional seperti Bank Dunia dan IMF telah merevisi outlook pertumbuhan ekonomi berbagai negara, termasuk Indonesia, sebagai respons atas tekanan global yang meningkat.
Bank Dunia memangkas proyeksi
pertumbuhan ekonomi Indonesia dari sebelumnya 5,10 (pra-tarif Trump, Januari 2025) persen menjadi 4,70 persen, atau turun 0,4 poin persentase (post-tarif Trump, April 2025).
Sementara itu, IMF juga menurunkan proyeksi pertumbuhan Indonesia dari 4,9 persen (pra-tarif Trump, Maret 2025) menjadi 4,7 persen atau koreksi sebesar 0,2 poin (post-tarif Trump, Juni 2025.
"Revisi ini mencerminkan kekhawatiran atas dampak lanjutan dari melemahnya perdagangan internasional, tekanan pada ekspor komoditas, penurunan arus investasi asing langsung (FDI), serta ketidakpastian geopolitik yang membebani pasar keuangan," urai Ibrahim.
Selain itu, lanjutnya, revisi outlook ini menjadi sinyal peringatan bagi Pemerintah dan Bank Indonesia untuk memperkuat bauran kebijakan fiskal dan moneter, meningkatkan daya saing sektor riil, serta memperluas sumber pertumbuhan ekonomi baru.
"Berhadapan dengan tantangan-tantangan seperti itu, Bank Indonesia (BI) sebagai otoritas moneter nasional menghadapi beban yang semakin berat untuk menjaga stabilitas ekonomi makro dan nilai tukar," tukas dia.
Melihat berbagai perkembangan tersebut, Ibrahim memprediksi rupiah pada perdagangan Jumat besok akan bergerak secara fluktuatif dan kemungkinan besar akan kembali menguat.
"Untuk perdagangan besok, mata uang rupiah fluktuatif namun ditutup menguat di rentang Rp16.140 per USD hingga Rp16.200 per USD," jelas Ibrahim.