Komisioner Kompolnas Choirul Anam. Foto: Metrotvnews.com/Dashyauly Hutauruk
Siti Yona Hukmana • 1 September 2025 17:19
Jakarta: Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) merespons isu yang beredar di sosial media (sosmed), bahwa salah seorang pria yang diperiksa Divisi Propam Polri terkait kasus penabrakan pengemudi ojek online (ojol) Affan Kurniawan adalah narapidana. Isu tidak dipastikan tidak benar.
Komisioner Kompolnas Mohamad Choirul Anam mengatakan, pihaknya langsung menelusuri usai beredarnya isu tersebut. Anam mengaku datang kembali ke Divpropam Polri untuk memastikan informasi yang santer jadi pembicaraan di sosmed.
"Nah, kami cek kembali dengan daftar yang kami dapat, ya terus kami ketemu orangnya, kami cek KTA-nya, ya masing-masing orang, ketujuhnya, kami juga cek apa perannya dalam mobil rantis tersebut, ya sehingga dengan metode demikian, itu meyakinkan bahwa memang betul ketujuhnya adalah anggota Brimob," kata Anam kepada Metro TV, Senin, 1 September 2025.
Anam mengatakan pada kartu tanda anggota (KTA) itu, ia mengecek wajah masing-masing anggota sama atau tidak dengan wujudnya. Kemudian, peran saat di dalam kendaraan taktis (rantis). Anam memastikan peran masing-masing anggota cocok.
"Nah, dengan metode seperti itu, ya sepanjang yang kami dapatkan KTA, keterangan, terus kami saling cross check satu dengan yang lain, itu menyatakan bahwa tujuh orang tersebut benar-benar anggota Brimob yang ada di mobil rantis yang menjadi peristiwa yang sudah kita ketahui di publik," ungkap Anam.
Anam berterima kasih kepada masyarakat yang telah memberikan informasi. Setiap informasi masyarakat akan dimonitor Kompolnas sebagai bentuk pengawasan.
"Seperti kami katakan sejak, awal bahwa kalau ada informasi dari publik, mohon bisa diberikan kepada Kompolnas atau di ruang publik, sehingga ketika ada di ruang publik, kami juga monitoring itu, banyak orang yang konfirmasi ke kami, makanya kami langsung cek kembali, ya dengan metode seperti tadi," terang Anam.
Sementara itu, Karo Wabprof Divpropam Polri Brigjen Agus Wijayanto juga merespons informasi yang beredar di sosmed, yang menyebutkan salah seorangnya merupakan napi. Agus memastikan bahwa ketujuh anggota yang diperiksa itu benar anggota Brimob yang melanggar hukum.
"Baik, terima kasih atas pertanyaannya apakah ketujuh itu anggota Brimob atau bukan, karena diragukan yang berkembang di medsos, dari Kompolnas langsung sudah melaksanakan pengecekan," kata Agus dalam konferensi pers di Gedung Divhumas Polri, Jakarta Selatan, Senin, 1 September 2025.
Agus mengatakan Polri telah memberikan akses penuh kepada tim Kompolnas untuk mengecek identitas ke-7 anggota. Bahkan, pengawas eksternal Polri itu disebut telah meminta KTAmasing-masing anggota.
"Dan nanti bisa dijawab oleh tim pengawas eksternal kalau mungkin masih diragukan. Insyaallah kami bergerak apa adanya sesuai fakta dan tujuh personel ini anggota Brimob," ujar jenderal polisi bintang satu itu.
Adapun, ketujuh anggota Brimob itu ialah Aipda M. Rohyani, Briptu Danang, Briptu Mardin, Baraka Jana Edi, Baraka Yohanes David, Bripka Rohmat, dan Kompol Cosmas K Gae. Mereka melindas Pengemudi ojek online (ojol) Affan Kurniawan, saat memukul mundur massa aksi di DPR/MPR RI, Jakarta yang berujung rusuh. Insiden penabrakan terjadi di Pejompongan, Jakarta pada Kamis malam, 28 Agustus 2025.
Kompol Cosmas K Gae, Danyon Resimen 4 Korbrimob Polri akan menjalani sidang kode etik profesi Polri (KKEP) pada Rabu, 3 September 2025. Kompol Cosmas K Gae dinyatakan melanggar etik berat, karena duduk di sebelah pengemudi.
Kemudian, Bripka Rohmat, Basat Brimob Polda Metro Jaya, selaku driver kendaraan taktis (rantis) patroli jarak jauh (PJJ) 17713-VII disidang etik pada Kamis, 4 September 2025. Ia dinyatakan melanggar etik berat karena mengemudikan Baracuda yang melindas korban.
Kedua anggota ini bisa dikenakan pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH). Sedangkan, lima anggota Brimob Polda Metro Jaya lainnya disidang etik setelah Rabu dan Kamis.
Mereka ialah Aipda M. Rohyani, Briptu Danang, Bripda Mardin, Bharaka Jana Edi, dan Bharaka Yohanes David. Kelimanya melanggar etik sedang karena posisinya duduk di belakang sebagai penumpang. Mereka berpotensi dikenakan sanksi mutasi/demosi atau penundaan pangkat dan penundaan pendidikan.