Soal Penghapusan Presidential Threshold, PDIP: Kami Tunduk Putusan MK

Ilustrasi. Medcom.id.

Soal Penghapusan Presidential Threshold, PDIP: Kami Tunduk Putusan MK

Fachri Audhia Hafiez • 2 January 2025 21:49

Jakarta: Ketua DPP PDI Perjuangan (PDIP) Bidang Sumber Daya Said Abdullah merespons putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan gugatan terkait penghapusan ambang batas pencalonan presiden dan calon wakil presiden atau presidential threshold 20 persen. PDIP mematuhi putusan tersebut karena bersifat final dan mengikat.

"Atas putusan ini, maka kami sebagai bagian dari partai politik sepenuhnya tunduk dan patuh, sebab putusan MK bersifat final dan mengikat," kata Said melalui keterangan tertulis, Kamis, 2 Januari 2025.

Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR itu mengatakan pihaknya di DPR akan menjadikan pertimbangan putusan MK sebagai pedoman untuk dalam pembahasan revisi undang-undang terkait pemilu. Perubahan akan dibahas bersama pemerintah dan DPR.

Pembahasan juga berkaitan dengan jumlah kontestan. Karena MK mengamanatkan agar tidak muncul jumlah yang terlalu banyak.

"Dalam pertimbangan putusan MK diatas, MK juga memerintahkan pembentuk undang-undang, dalam hal ini pemerintah dan DPR untuk mengatur dalam undang-undang agar tidak muncul pasangan calon presiden dan wakil presiden dengan jumlah yang terlalu banyak yang berpotensi merusak hakikat pemilu presiden dan wakil presiden secara langsung oleh rakyat," ujar Said.
 

Baca juga: Golkar Terkejut MK Kabulkan Penghapusan Presidential Threshold

MK mengabulkan gugatan terkait penghapusan ambang batas pencalonan presiden dan calon wakil presiden atau presidential threshold 20 persen. Dengan putusan ini, ambang batas pencalonan presiden menjadi 0.

Hal tersebut diputuskan dalam sidang perkara nomor 62/PUU-XXII/2024 yang digelar di Ruang Sidang MK, Jakarta, Kamis, 2 Januari 2025). Perkara tersebut terregistrasi dalam perkara 62/PUU-XXII/2024 yang diajukan Enika Maya Oktavia.

"Menyatakan norma Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6109) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," kata Ketua MK Suhartoyo dilansir dari Website MK pada Kamis, 2 Januari 2025.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Arga Sumantri)