Anggota Komisi C DPRD DKI Jakarta Hardiyanto Kenneth. Foto: Istimewa.
Jakarta: Wacana Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) mengelola perparkiran di Jakarta didukung. Namun, wacana tersebut harus diterapkan secara transparan, terutama melibatkan pihak ketiga.
"Jika mau buat BUMD parkir, (lahan) parkir di Jakarta kita lelang kepada swasta. Tapi lelang yang benar, harus yang transparan, sesuai aturan, tidak boleh ada kolusi dan nepotisme serta swasta yang di pilih juga harus yang kompeten," kata anggota Komisi C DPRD DKI Jakarta Hardiyanto Kenneth, melalui keterangan tertulis, Jumat, 30 Mei 2025.
Politikus PDI Perjuangan itu menekankan agar Pemprov DKI Jakarta mengedepankan aspek keterbukaan. Hal itu bisa dilakukan dengan sosialisasi kepada pemangku kepentingan terkait melalui focus group discussion (FGD) dengan tokoh masyarakat, ahli, hingga organisasi masyarakat (ormas).
"Nanti kan bisa ada masukan-masukan tuh, bisa ditentukan aturan yang pas, terkait berapa tarifnya. Jadi, dari awal kita jelas nih berapa dan bagaimana aturan mainnya," ungkap dia.
Dia menyampaikan, wacana tersebut muncul untuk mengentaskan permasalahan parkir liar yang masih menjamur di Jakarta. Serta, memaksimalkan potensi pendapatan retribusi parkir, baik on street maupun off street di Jakarta yang bisa mencapai triliunan rupiah.
Selain itu, Kent menyoroti kinerja Unit Pengelola Perparkiran Dinas Perhubungan Jakarta yang memiliki kewenangan penuh mengelola parkir. Mereka hanya mampu meraup pendapatan dari pengelolaan parkir sebesar Rp30 miliar per tahunnya.
"Masa UPT Parkir yang punya kewenangan full menentukan tarif hanya Rp30 miliar-an. Kita tanya cara kerja mereka saja, mereka gagap-gagap. Terus terkait angka juga mereka bingung-bingung. Mereka tidak paham apa yang mereka mau lakukan. Bingung kita juga. Kalau kita lihat potensi parkir di Jakarta ini kan luar biasa," sebut dia.
Kent menilai, jika tak ada kebocoran di UPT Perparkiran, uang yang masuk dari parkir Jakarta mencapai triliunan per tahunnya.
"Seharusnya kan bisa mendapatkan pemasukan yang lebih besar. Nah, kalau hitungan saya sih triliunan ya. Mungkin karena mereka BLUD (Badan Layanan Umum Daerah). BLUD ini kalau pendapatan mereka, mereka pakai untuk internal mereka. Mungkin mereka menganggap ini bukan hal yang serius mungkin ya," papar Kent.
Dia berharap, BUMD yang ditunjuk nantinya diharapkan mampu menerapkan sistem parkir elektronik yang terintegrasi serta menggunakan teknologi digital. Hal itu dinilai diperlukan untuk meminimalkan kontak langsung dan meningkatkan akurasi pencatatan transaksi.
"Selain itu pengelolaan parkir oleh BUMD juga diharapkan membuka lapangan kerja baru, dan memberi kontribusi signifikan terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD). Saya hanya menekankan pentingnya pengawasan dan evaluasi berkala terhadap kinerja BUMD. Transparansi dan akuntabilitas harus dijadikan prinsip utama agar pengelolaan parkir tidak kembali menjadi ladang korupsi atau monopoli," tegasnya.
Kent juga meminta kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk menyusun regulasi pendukung pengelolaan perparkiran oleh BUMD. Hal itu diperlukan untuk memperkuat peran BUMD dalam pengelolaan parkir, serta menjamin adanya sinergi antarinstansi dalam pelaksanaannya.
"Saya berharap dengan dibentuknya BUMD Parkir ini, pengelolaan parkir di Jakarta menjadi lebih tertata, adil, dan berkontribusi positif terhadap kualitas hidup warga kota," ujar dia.