Gedung Merah Putih KPK. Metrotvnews.com/Candra.
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ters mendalami kasus dugaan rasuah pengadaan barang dan jasa di PT Sigma Cipta Caraka alias Telkomsigma, yang merupakan anak usaha Telkom Group. Narapidana sekaligus Direktur PT Granary Reka Cipta Tejo Suryo Laksono (TSL) diperiksa penyidik, beberapa waktu lalu.
“Ini pelaksanaan tahap dua (pemeriksaan) yang dilakukan di lapas (lembaga pemasyarakatan),” kata juru bicara KPK Budi Prasetyo melalui keterangan tertulis, Jumat, 9 Mei 2025.
Budi enggan memerinci pertanyaan maupun jawaban saksi itu. Saat ini, dia masih dipenjara, atas kasus lain.
“TSL merupakan warga binaan atau napi,” ucap Budi.
KPK menetapkan tiga tersangka dalam kasus ini. Mereka yakni Direktur PT Prakasa Nusa Bakti (PNB) Robert Pangasian Lumban Gaol (RPLG) dan pegawai Prakasa Nusa Bakti Afrian Jafar (AJ), dan Imran Mumtaz (IM).
Kasus ini bermula ketika Robert meminta bantuan Imran dan Afrian untuk mencari perusahaan pembiayaan untuk menyediakan data center. Ketiga orang itu turut meminta bantuan pihak lain agar SCC bisa memberikan pendanaan pada PNB.
Singkat cerita, SCC menyetujui sejumlah tawaran untuk bekerja sama dengan PNB. Kesepakatan dilakukan tanpa persetujuan direksi dan kajian analisa risiko.
Para pihak terkait kasus ini membuat skema pembiayaan underlaying pengadaan fiktif untuk server dan sistem penyimpanan antara SCC dan PNB. Atas proyek itu, PNB menjanjikan Imran dan Afrian Rp1,1 miliar karena menjadi makelar proyek.
Proyek ini memakan dana Rp236,8 miliar. Dana itu dibayarkan SCC dari Juni 2017 sampai dengan Juli 2017 secara bertahap.
KPK juga mengendus adanya penggunaan dana tersebut untuk kepentingan pribadi Robert. Dia menggunakan rekening deposito pribadi untuk mengambil keuntungan sendiri.
Setidaknya, Robert tiga kali menerima transferan terkait uang tersebut. Itu, terdiri dari Rp21,7 miliar, Rp9,3 miliar, dan Rp26,9 miliar.
Dalam kasus ini, KPK mengendus kerugian negara menyentuh Rp280 miliar. Hitungan itu didapat dari audit dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Dalam kasus ini, para tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.