Ilustrasi. Foto: Dok MI
Rahmatul Fajri • 26 January 2025 21:46
Jakarta: Direktur Pusat Studi Konstitusi Fakultas Hukum Universitas Andalas (Pusako Unand), Charles Simabura berpendapat RUU Kepemiluan rawan diakali ketika menggunakan model omnibus law. Ia khawatir DPR hanya merevisi pasal-pasal yang punya nilai strategis.
Diketahui, revisi sejumlah undang-undang terkait kepemiluan, seperti UU Pemilu dan Pilkada sudah digulirkan DPR dan pemerintah sejak rangkaian pemilu dan pilkada di 2024 berakhir. Revisi kedua undang-undang itu pun sudah dimasukkan dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025. DPR sempat menggulirkan gagasan untuk merevisi UU Pemilu dan Pilkada dalam satu paket dengan model omnibus.
"Kalau kita menggunakan omnibus law itu tadi saya khawatir ada cherry picking. Hanya pasal yang krusial diperdebatkan padahal hampir 155 pengujian UU Pemilu di MK yang kemudian tersebar. DPR kan kadang membiarkan saja dan hanya mau berbicara tentang Presidential Threshold mungkin. Hal lain yang mungkin secara politis punya nilai strategis bagi mereka," kata Charles, sesi diskusi secara daring yang diselenggarakan Perludem, Minggu, 26 Januari 2025.
Charles mengatakan dalam membangun satu kesatuan sistem pemilu dan perundang-undangan Pemilu, maka perlu aturan yang terintegrasi. Ia mengatakan metode kodifikasi lebih cocok untuk merevisi UU Pemilu dan UU Pilkada tersebut.
"Kalau metode omnibus mereka pilih saja. Tapi kalau mau lebih dalam, mumpung waktunya panjang pakai metode kodifikasi sehingga dia mengadopsi jangan hanya bicara putusan MK yang dampak politis saja," katanya.
Baca juga:
DPR Diminta Bentuk Pansus Bahas RUU Pemilu dan Pilkada |