Ilustrasi PLTU. Foto: MI/Ramdani
Jakarta: Undang-Undang tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan membuka ruang bagi Indonesia untuk menerapkan pajak karbon.
Hal itu disampaikan Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara dalam agenda Sustainability in Action Opportunities for a Better Tomorrow in Indonesia.
"Pajak karbon itu kita jadikan satu instrumen supaya pasar karbonnya bisa jalan, supaya instrumen pasar karbonnya bisa jalan. Jadi bagaimana? Setting yang mau kita bangun adalah dunia usaha itu harusnya memiliki opsi,” ungkap Suahasil, dilansir dari siaran pers, Kamis, 14 September 2023.
Opsi yang dimaksud yaitu dunia usaha dapat memilih untuk mengurangi emisi dengan membeli pengurangan emisi di pasar karbon atau membayar pajak kepada Pemerintah.
Baca juga: BEI Sudah Daftar Jadi Penyelenggara Bursa Karbon
Pajak karbon menjadi alat terpenuhinya Nationally Determined Contribution
Dia juga mengatakan, pajak karbon menjadi alat terpenuhinya
Nationally Determined Contribution dengan menurunkan emisi gas sebesar 31,89 persen dengan upaya sendiri. Serta sampai dengan 43,20 persen dengan kerja sama internasional pada 2023.
"Jadi kapan diterapkan pajak karbon? Kita akan lakukan pajak karbon sejalan dengan
roadmap dari pasar karbon kita. Nanti kalau pajak karbonnya nggak ditetapkan, kemudian orang nggak mau membeli sertifikat pengurangan emisi di pajak karbon, saya katakan begini, sertifikat pengurangan emisi kita di pajak karbon itu nanti kita akan pastikan bahwa harusnya setiap sektor itu mengerti target sektor kita," jelas Suahasil.
Adapun, sertifikat pengurangan emisi akan diperdagangkan di bursa karbon. Tidak hanya ditawarkan ke pasar Indonesia juga bagi pihak luar negeri.
“Jadi kita menawarkan, harusnya kita menawarkan likuiditas kita itu, pengurangan emisi karbon itu kepada dunia. Jadi jangan cuma kita yang ditawari untuk
listing di luar negeri. Kita ingin mencari juga pembeli-pembeli dari luar negeri. Silakan cari di pasar kita,” ucap Suahasil.