DPR Tegaskan Pengaturan Kuota Haji Tambahan Bukan Kewenangan Mutlak Menag

Ilustrasi Kompleks Parlemen Senayan. Foto: MI/Barry Fathahillah

DPR Tegaskan Pengaturan Kuota Haji Tambahan Bukan Kewenangan Mutlak Menag

Yakub Pryatama • 28 July 2024 07:58

Jakarta: DPR menegaskan pengaturan kuota haji tambahan bukan kewenangan Menteri Agama (Menag). Sebab, pengesahan pengaturan tersebut wajib melalui persetujuan lembaga legislatif pusat.

"Maka, klaim yang menyebut kewenangan pengaturan kuota haji tambahan mutlak pada Menteri Agama tidak perlu memperoleh persetujuan DPR dinilai tidak tepat dan tidak berdasar," kata anggota Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket Haji Wisnu Wijaya di Jakarta saat dikutip Minggu, 28 Juli 2024.

Anggota Komisi VIII DPR itu menjelaskan pengaturan kuota haji tambahan berpengaruh terhadap Biaya Penyelenggaraan Haji (BPIH). Penetapan BPIH wajib melalui konsultasi dan diputuskan bersama DPR.

Dengan adanya kebijakan pengalihan kuota tambahan yang dilakukan sepihak oleh Kemenag lewat Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 13 Tahun 2024 tentang Kuota Haji Tambahan tanpa konsultasi dengan DPR, hal itu otomatis membuat besaran BPIH berubah.  Di sisi lain, pemerintah juga sudah menetapkan besaran BPIH pada penyelenggaraan Haji 2024.

"Padahal, BPIH sudah ditetapkan dalam Keppres Nomor 6 Tahun 2024 tentang BPIH," ungkap dia.
 

Baca juga: Dugaan Jual Beli Kuota Tambahan, Pansus Angket Haji Akan Panggil Kemenag

Politikus dari Fraksi PKS itu menuturkan, KMA Nomor 13 Tahun 2024 tentang Kuota Haji Tambahan 1445H/2024M melanggar asas Lex Superior Derogat Legi Inferiori. Yakni, peraturan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi.
 
“KMA Nomor 13 Tahun 2024 bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi yaitu Keppres Nomor 6 Tahun 2024 tentang BPIH dan Pasal 62 ayat (2) UU Cipta Kerja, sehingga kami nilai cacat hukum,” sebut dia.

Selain itu, dia menegaskan penambahan kuota tersebut tak bisa diperuntukkan terhadap haji khusus. Sebab, Pasal 62 ayat (2) Cipta Kerja mengatur terkait komposisi kuota haji khusus sebesar 8 persen.
 
“Artinya, Pasal 62 ayat (2) ini berfungsi untuk ‘mengunci’ atau menetapkan ambang batas maksimal pengisian kuota haji khusus,” ungkap dia.

Sehingga, pengaturan kuota haji khusus tak bisa hanya mengacu pada Pasal 9 UU Haji dan Umroh. Sebab, berpotensi menimbulkan tafsir seolah Menag  memiliki kewenangan mutlak untuk mengatur kuota haji tambahan sekehendaknya.

"Sehingga membuatnya boleh mengisi kuota haji khusus melebihi batas yang sudah ditetapkan UU sebagaimana yang terjadi saat ini,” ungkap dia.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Anggi Tondi)