Ilustrasi. Media Indonesia.
Media Indonesia • 8 September 2025 07:03
ETIKA pejabat kita tidak kunjung naik level. Padahal, kemerosotan etika kepublikan sejumlah pejabat sudah nyaris berada di titik nadir dan mengganggu kepercayaan publik kepada pemerintahan di bawah Prabowo-Gibran. Sejumlah pejabat di lingkaran kekuasaan seakan sulit berhenti menggerogoti berbagai komitmen Presiden untuk memperbaiki bangsa ini.
Apa yang dilakukan Menteri Kehutanan (Menhut) Raja Juli Antoni dan Menteri Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI) Abdul Kadir Karding adalah gambaran nyata krisis etika itu. Kedua menteri tersebut bermain domino bersama mantan tersangka kasus pembalakan liar di Kalimantan Tengah, Azis Wellang.
Dari foto yang beredar dan sudah diakui kebenarannya oleh Menteri Kehutanan, tampak dua menteri itu bermain domino dengan senyum terbuka lebar. Terlihat, mereka bersenda gurau di tengah permainan domino, layaknya anak muda yang nongkrong di kafe bersama rekan mereka untuk healing di tengah kepenatan dunia kerja.
Padahal, penyelenggara negara bukanlah kaum pekerja biasa apalagi pencari kerja, yang bebas bermain dengan siapa saja. Selaku pembantu presiden, mereka sepatutnya sadar dan mengukur tingkat kepatutan atas tindakan mereka. Standar etik dan moral mana yang membolehkan seorang menteri kehutanan bermain domino dengan mantan tersangka pembalakan liar pohon-pohon yang berujung pada kerusakan hutan? Benar bahwa status tersangka Azis Wellang sudah dibatalkan oleh pengadilan dan sudah 'dibersihkan' melalui surat perintah penghentian penyidikan (SP3) oleh
Kementerian Kehutanan.
Namun, bukankah aksi main domino antara pimpinan di jajaran Kementerian Kehutanan yang mengeluarkan SP3 dan mantan tersangka yang menerima SP3 itu bisa menimbulkan kecurigaan adanya ruang-ruang negosiasi? Orang bisa saja berspekulasi bahwa tidak adanya upaya serius untuk kembali menyelisik dugaan pembalakan liar itu terjadi karena ada sesuatu di baliknya.
Azis Wellang sempat menjadi tersangka dan mendekam di Rumah Tahanan Kelas I Salemba Jakarta karena kasus pembalakan liar. Berdasarkan penyidikan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), PT ABL milik Wellang telah menebang kayu sebanyak 1.819 meter kubik dari luar areal konsesi mereka di Kalimantan Tengah. Negara pun diperkirakan merugi Rp2,72 miliar.
Selain itu, PT ABL juga diduga tidak melakukan kegiatan penanaman hutan kembali sebagaimana seharusnya. Penetapan status tersangka itu digugurkan dengan putusan praperadilan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 9 Desember 2024. Dan, pada 14 Februari 2025, Wellang mendapatkan SP3.
Hampir semua pihak memang telah memberikan klarifikasi resmi. Pertemuan itu hanya bersifat silaturahim dan kekerabatan kultural. Raja Juli kebetulan hadir karena hendak menemui Abdul Kadir Karding. Pertemuan kedua menteri itu berlangsung selama 2 jam hingga tengah malam. Mereka juga serempak menegaskan tidak ada pemufakatan atau hengki pengki untuk urusan kehutanan. Serta, Raja Juli dan Karding juga mengaku tidak mengetahui latar belakang kasus yang pernah menjerat Azis Wellang.
Akan tetapi, publik tentu bisa tetap bertanya-tanya apakah semua bisa serba-kebetulan? Maka, jawaban yang dibutuhkan publik bukan sekadar klarifikasi. Publik menghendaki agar para pejabat di negeri ini sanggup menjalankan etika jabatan seketat-ketatnya agar celah bagi munculnya konflik kepentingan bisa ditutup rapat.
Publik butuh lebih dari sekadar klarifikasi. Publik menghendaki agar berbagai sangkalan yang justru menunjukkan sisi problematik dari etika pejabat publik segera diakhiri. Masyarakat butuh bukti, jika memang menteri berkomitmen memberantas pembalakan liar, mulailah dari sikap tidak mengenal kompromi. Salah satunya ditunjukkan dengan menjaga etika dan menutup rapat pintu bagi potensi masuknya konflik kepentingan. Jangan ada efek domino dari bermain domino.