Meritokrasi dan Teknokrasi Setelah Ebenezer

Indra Maulana. Foto: Dok/Istimewa

Meritokrasi dan Teknokrasi Setelah Ebenezer

Indra Maulana • 25 August 2025 16:30

Wakil Menteri Ketenagakerjaan Imanuel Ebenezer terjaring operasi tangkap tangan alias OTT oleh KPK Rabu (20/8) malam. Noel ditangkap bersama 10 orang lainnya, beserta barang bukti belasan motor dan mobil dengan kategori mewah. Noel yang baru menjabat sekitar 10 bulan di kabinet merah putih pemerintahan Prabowo - Gibran, tersandung pasal pemerasan terkait Sertifikasi K3 alias Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Bahkan mantan relawan Jokowi dan Prabowo itu, sudah menerima rasuah sejak dua bulan menjabat alias Desember 2024. Tidak tanggung-tanggung, Noel disebut menerima Rp3 miliar.

Pada masa kampanye 2019, Noel dikenal sebagai koordinator relawan pendukung Jokowi yang disebut Jokowi Mania. Lalu pada 2024, Noel berubah wajah menjadi koordinator relawan pendukung Prabowo dengan nama Prabowo Mania. Perseteruan politik antara Jokowi dan Prabowo sepanjang 2014 sampai 2019 tidak membuat Noel kikuk untuk berubah haluan dengan mudah. Bahkan kelincahan perpindahan haluan dukungan politik itu membuahkan hasil bagi Noel; mendapatkan jabatan wakil menteri. Pada poin ini menarik kita cermati.

Penunjukan pejabat publik berdasar selera penunjuknya sehingga menafikan kapasitas, kapabilitas serta integritas, semakin terasa dinormalisasi. Bisa itu berdasarkan kedekatan, kesukaan, pernah berjasa dalam mendukung atau titipan pihak tertentu. Argumen tentang pentingnya unsur kedekatan, kesukaan atau kenyamanan bagi penunjuknya agar bisa bekerja sama dengan visi yang sama sah-sah saja, asalkan tidak mengabaikan unsur yang lebih penting yaitu kapasitas, kapabilitas dan integritas.
 

Baca juga: 

Sarkas Noel Jadi Pembicara 'Diskusi Antikorupsi'


Dalam sebuah artikel yang mengulas seputar tersingkirnya teknokratisme, Yanuar Nugroho mengungkapkan adanya kegelisahan: "apakah era teknokratisme yang menjadi tulang punggung tata kelola pembangunan selama dua dekade terakhir telah ditinggalkan, jika bukan tengah menuju kematian pelan-pelan?" (Kompas, 21 April 2025). Sejatinya teknokrat memiliki peran yang sangat krusial dalam sebuah kabinet, terutama untuk mewujudkan secara kongkrit apa yang menjadi visi besar Presiden. Tidak menjadi masalah visi Presiden populis, visi besar demi rakyat tentu harus dimiliki seorang pemimpin negara. Namun, di sinilah teknokrat memainkan perannya. Teknokrat menyusun rencana detail, tahap demi tahap, menganalisis kendala dan mencari solusinya, sampai terwujud nyata semua rencana. Seperti kata Yanuar dalam artikel yang sama: "Peran teknokrat bukan sekadar menjalankan perintah politik, melainkan menyusun peta jalan menjembatani antara visi dan realisasi".

Dalam Asta Cita nomor 3, Pemerintahan Prabowo menyampaikan komitmen penciptaan lapangan kerja berkualitas dan pengembangan kewirausahaan. Di pos kementerian tempat Noel menjadi Wakil Menteri, seharusnya menyusun rencana detail dan langkah kongkrit untuk mewujudkan visi besar Presiden tersebut. Jika Menteri Tenaga Kerja sudah menyusun roadmap atau peta jalan detailnya, wakil menteri sebaiknya jauh lebih detail agar menunjang perwujudan asta cita nomor 3 itu dengan segera. Misalnya, dengan merancang sistem birokrasi yang efisien dan inklusif, pengawasan yang membuat kinerja transparan dan akuntabel. 

Pada kasus Noel, alih-alih menjalankan semua fungsi di atas, Noel malah melilitkan dirinya dalam jejaring birokrasi kotor yang sejak 2019 melakukan pemerasan terhadap sejumlah perusahaan yang mengurus sertifikasi keselamatan dan kesehatan kerja atau K3. Komisi Pemberantasan Korupsi menyebut peran Noel adalah mengetahui, membiarkan, dan lantas minta jatah. Belum terjawab keraguan atas kapasitas dan kapabilitas Noel menyusun dan mejalankan hal-hal teknis teknokratis tersebut, publik disuguhkan runtuhnya moral integritas Noel dengan disebut ikut menerima hasil pemerasan Rp3 miliar dari perusahaan yang mengurus sertifikasi K3. 
 
Baca juga: 

Noel Ebenezer Sembunyikan Ducati Hasil Korupsi di Rumah Anak


Sudah jelas, adanya upaya mempersulit lewat pemerasan dalam pengurusan sertfikasi K3 menjadi penghambat terwujudnya visi asta cita nomor 3 Presiden Prabowo. Bagaimana bisa penciptaan lapangan kerja berkualitas dan pengembangan kewirausahaan akan berhasil, jika dalam prosesnya dihambat oleh oknum-oknum kourp lembaga terkait. KPK menyebut, pengurusan sertifikasi K3 yang seharusnya hanya membutuhkan biaya Rp 275 ribu, dibuat menjadi berbiaya sekitar Rp 6 juta. Praktik culas seperti ini juga bisa berdampak pada upaya main 'tembak' perusahaan yang sebenarnya tidak lolos syarat kesehatan dan keselamatan kerja. Perusahaan-perusahaan ini merasa cukup dengan membayar upeti ke oknum korup tadi. Akhirnya lapangan kerja dari perusahaan yang berkualitas sulit terwujud.

Maka dirasa cukuplah sudah pembelajaran lewat kasus Noel ini. Akhiri saja menunjuk pejabat karena akomodir pihak tertentu. Visi Misi besar pemerintahan Presiden Prabowo lewat Asta Cita itu harus segera terwujud. Menteri dan apalagi wakil menteri harus mampu bekerja mewujudkannya. Sehingga cukuplah Presiden yang berbicara lewat podiumnya dengan mimpi-mimpi besar kemajuan bangsa, cukuplah Presiden yang bergestur populis secara politik. Menteri apalagi wakil menteri jangan ikut-ikutan mengambil 'lapak' Presiden.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
Viral!, 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(Misbahol Munir)