RI akan Hapus Pengakhiran Operasional PLTU, Kenapa?

Ilustrasi PLTU. Foto: MI/Ramdani

RI akan Hapus Pengakhiran Operasional PLTU, Kenapa?

Media Indonesia • 2 November 2023 19:50

Jakarta: Indonesia akan menghapus rencana pengakhiran operasional pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara dengan total kapasitas lima gigawatt (GW).

Rencana itu terdapat dalam dokumen perencanaan dan kebijakan investasi komprehensif alias comprehensive investment and policy plan (CIPP) program Kemitraan Transisi Energi yang Adil atau Just Energy Transition Partnership (JETP).

Direktur eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa menyebut penghapusan rencana program dari JETP itu karena ketidakjelasan sumber pendanaan dari sponsor negara-negara maju yang tergabung dalam International Partners Group (IPG).

Kemitraan JETP merupakan inisiatif pendanaan transisi energi senilai lebih dari USD20 miliar atau setara Rp300 triliun lebih yang disepakati antara Indonesia dan IPG di sela-sela Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Bali, November 2022.

IPG terdiri atas pemerintah Jepang, Amerika Serikat, Kanada, Denmark, Uni Eropa, Jerman, Prancis, Norwegia, Italia, dan Inggris Raya.

“Dihapuskannya rencana pengakhiran operasional 5 GW PLTU batu bara sebelum 2030 karena ketiadaan dukungan pendanaan sangat disesalkan," ujar Fabby dilansir Media Indoensia, Kamis, 2 November 2023.

Dalam dokumen CIPP yang sudah bisa diakses ke masyarakat melalui jetp-id.org, pada bagian atau chapter 7 mengenai pembiayaan JETP pada rincian pendanaan IPG, terlihat mayoritas negara IPG fokus pada rencana pembiayaan proyek energi terbarukan.

Hanya Jerman yang menempatkan fokus investasi area untuk pemensiunan PLTU Indonesia.

Baca juga: Demi Capai NZE, Penutupan PLTU Terakhir pada 2058

Dalam dokumen CIPP disebutkan dua pembangkit fosil yakni PLTU Cirebon-1 dan PLTU Pelabuhan Ratu diajukan menjadi proyek percontohan program JETP.

Dengan minimnya rencana investasi untuk pengakhiran operasional PLTU batu bara di Tanah Air, Fabby mendorong pemerintah Indonesia untuk terus melakukan dialog lanjutan dengan IPG guna mengeksplorasi skema pembiayaan blended finance atau pendanaan campuran dengan skema matching fund atau dana padanan.
 
Berdasarkan hasil kajian IESR, untuk mencapai target puncak emisi sebesar 290 juta ton karbon dioksida, perlu mengakhiri 8,6 GW PLTU di jaringan listrik PLN pada 2030.

"Pendanaan pensiun dini PLTU bisa berasal dari tambahan dana selain dari komitmen IPG atau dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN)," jelas dia.

Proyek energi terbarukan 

Dihubungi terpisah, ekonom sekaligus Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menjelaskan alasan utama para investor tidak menaruh perhatian besar terhadap investasi pengakhiran operasional PLTU batu bara karena dianggap tidak bisa balik modal secara besar.

"Negara maju lebih suka memberikan pendanaan ke proyek energi terbarukan karena dianggap lebih menguntungkan dibanding membeli aset PLTU batu bara yang nilainya terus menurun," kata Bhima.

Bhima menuding negara-negara maju menginginkan pemerintah Indonesia menggunakan APBN untuk menutup PLTU batu bara milik PLN, ketimbang keluar dari kantong Amerika Serikat cs.

"Saya juga khawatir para donor di balik pendanaan JETP sebenarnya ingin Indonesia tetap menggunakan PLTU batu bara dalam rangka menyuplai mineral kritis dengan tujuan ekspor," ucap dia.
 

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Annisa Ayu)