Ilustrasi perundungan. Foto: Medcom.id.
Ficky Ramadhan • 18 November 2025 09:03
Jakarta: Fenomena kekerasan dan bullying di lingkungan pendidikan kembali menjadi perhatian serius. Perilaku perundungan tidak muncul begitu saja, melainkan terbentuk dari proses belajar anak terhadap lingkungan terdekatnya, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Psikolog Klinis Anak dan Remaja Vera Itabiliana Hadiwidjojo menegaskan bahwa pola perilaku agresif pada anak merupakan cerminan dari apa yang disaksikan setiap hari. "Anak meniru, menyerap, dan memodifikasi apa yang ia lihat dari orang tua, teman, media, maupun lingkungan sekolah. Jika kekerasan ditampilkan sebagai sesuatu yang normal, maka anak belajar bahwa itu adalah cara yang sah untuk menyelesaikan masalah," kata Vera dikutip dari Media Indonesia, Selasa, 18 November 2025.
Menurut berbagai kajian, terdapat sejumlah faktor yang mendorong anak melakukan bullying. Beberapa di antaranya yakni, Kurangnya empati dan kemampuan regulasi emosi, meniru lingkungan, dorongan untuk diterima kelompok, pola asuh terlalu keras atau permisif, hingga lingkungan sekolah yang tidak responsif.
"Banyak anak belum mampu mengenali, mengekspresikan, maupun mengelola emosinya. Ketika merasa frustrasi atau ingin mendapatkan pengakuan, sebagian memilih cara yang salah, termasuk merendahkan teman," ungkap Vera.
| Baca juga: Mendikdasmen Segera Terbitkan Aturan Baru Cegah Bullying di Sekolah |
.jpg)