Mengenal Kebijakan Fiskal dan Perbedaannya dengan Moneter

Ilustrasi. Foto: Dok MI

Mengenal Kebijakan Fiskal dan Perbedaannya dengan Moneter

Eko Nordiansyah • 13 September 2025 14:04

Jakarta: Kebijakan fiskal dan moneter merupakan dua instrumen kunci dalam mengendalikan perekonomian negara. Meski sering disandingkan, keduanya memiliki tujuan, pelaku, dan mekanisme yang berbeda. Berikut penjelasan lengkapnya dilansir dari laman Sampoerna University dan Pegadaian.

Kebijakan fiskal adalah strategi pemerintah dalam mengatur pendapatan dan belanja negara melalui instrumen seperti pajak, subsidi, dan anggaran pendapatan belanja negara (APBN).

Tujuannya untuk meningkatkan PDB dengan memberi stimulus pada sektor pariwisata, bea cukai, dan investasi, memperluas lapangan kerja lewat pembangunan infrastruktur, serta menstabilkan harga dengan penyesuaian pajak atau subsidi.

Contoh kebijakan fiskal di Indonesia antara lain pemberian insentif pajak selama pandemi Covid-19 dan alokasi anggaran Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) senilai Rp700 triliun.

Perbedaan fiskal dan moneter

Perbedaan mendasar antara kebijakan fiskal dan moneter terletak pada pelaku, instrumen, dan sasaran. Kebijakan fiskal dijalankan pemerintah melalui Kementerian Keuangan dengan instrumen pajak, subsidi, APBN, dan utang negara.

Sementara itu, kebijakan moneter dilakukan Bank Indonesia menggunakan instrumen suku bunga, giro wajib minimum, dan operasi pasar terbuka. Jika kebijakan fiskal bertujuan memberi stimulus langsung ke sektor riil, kebijakan moneter lebih fokus pada pengendalian jumlah uang beredar dan inflasi. Contoh implementasi moneter adalah BI 7-Day Reverse Repo Rate dan pembelian Surat Berharga Negara (SBN).
 
Baca juga: 

Begini Pembagian Dana Rp200 Triliun Pemerintah ke Bank Himbara



(Ilustrasi Kementerian Keuangan. Foto: Dok Kemenkeu)

Jenis kebijakan fiskal

Jenis kebijakan fiskal dapat dibedakan berdasarkan tujuan dan neraca. Berdasarkan tujuan, kebijakan ekspansif dilakukan dengan meningkatkan belanja negara ketika resesi, misalnya melalui program padat karya.

Sebaliknya, kebijakan kontraktif dijalankan dengan mengurangi belanja dan menaikkan pajak saat inflasi tinggi.

Berdasarkan neraca, kebijakan surplus terjadi ketika pendapatan negara lebih besar dari belanja untuk menekan inflasi, sedangkan kebijakan defisit dilakukan ketika belanja lebih besar dari pendapatan demi mendorong stimulus ekonomi.

Penggunaan kedua kebijakan ini disesuaikan dengan kebutuhan. Kebijakan fiskal lebih tepat untuk intervensi pada sektor tertentu, seperti subsidi BBM, sedangkan kebijakan moneter lebih efektif dalam mengendalikan inflasi serta menjaga kestabilan nilai tukar mata uang.

Sinergi antara kebijakan fiskal dan moneter menjadi kunci terciptanya stabilitas ekonomi nasional. Dengan memahami peran keduanya, masyarakat dapat memanfaatkannya sebagai referensi dalam perencanaan keuangan, seperti investasi maupun pengajuan kredit. (Muhammad Adyatma Damardjati)

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Eko Nordiansyah)