Ilustrasi pemilihan umum. Medcom.id
Theofilus Ifan Sucipto • 18 November 2023 19:37
Jakarta: Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menekankan pentingnya penerapan dan penegakan hukum soal netralitas bagi aparatur sipil negara (ASN) dan penyelenggara pemilihan umum (pemilu). Menambah aturan dinilai bukan solusi.
"Aturan tidak perlu ditambah karena kerangka hukum sekarang lebih dari cukup agar aparatur kerja netral, terutama TNI dan Polri," kata Manajer Program Perludem Fadli Ramadhanil dalam diskusi di Pasar Baru, Jakarta Pusat, Sabtu, 18 November 2023.
Fadli mengatakan kerangka pemilu sudah terang-benderang. Berbagai aturan menyatakan pejabat dilarang menunjukkan keberpihakan sebelum, saat, dan setelah berkampanye.
"Kalau Bawaslu (Badan Pengawas Pemilu) bilang aturan kurang, kurang baca saja tuh soal aturan pemilu," ujar dia.
Fadli menyebut kunci pemilu berintegritas ialah komitmen dan ketegasan menegakkan peraturan. TNI dan Polri tidak boleh terlibat politik praktis.
"Tinggal bagaimana semua potensi keberpihakan dibawa ke proses dan mekanisme hukum," papar dia.
Hal senada disampaikan pakar hukum tata negara Feri Amsari. Dia menyebut Indonesia memiliki segudang payung hukum soal netralitas, mulai dari undang-undang (UU) soal ASN, TNI, hingga Polri.
"Netralitas kunci masalahnya, bukan peraturan. Peraturan dan pidato presiden semu, tampak di permukaan tapi tidak dilaksanakan," tutur dia.
Hal tersebut diamini Direktur Eksekutif Kedai Kopi Hendri Satrio. Hendri menilai netralitas merupakan omong kosong lantaran Presiden Joko Widodo tidak memberi teladan.
"Anak Presiden (Presiden Joko Widodo) ikut kontestasi. Kalau anak kita ikut kompetisi dan kita jadi panitia, memang membiarkan anak kita kalah?" ucap dia.