Candra Yuri Nuralam • 12 December 2024 18:17
Jakarta: Dewan Pengawas (Dewas) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), memaparkan hasil kerjanya dalam penindakan etik selama lima tahun. Persidangan etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron dinobatkan jadi yang paling sulit ditangani.
“Pimpinan KPK. Itu yang paling tersulit, yang terakhir ini. Seorang pimpinan KPK. Kenapa sampai sulit? Sampai kami dilaporkan, digugat di Pengadilan TUN (tata usaha negara),” kata Ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean di Gedung ACLC KPK, Jakarta Selatan, Kamis, 12 Desember 2024.
Tumpak mengatakan kasus Ghufron paling sulit ditangani, karena banyaknya perlawanan yang dilakukan. Komisioner KPK itu menggugat ke PTUN soal administrasi persidangan etik dan Mahkamah Agung (MA), mengenai aturan Dewas Lembaga Antirasuah.
“Kok pimpinan KPK yang mengugat aturan dewas? Agak aneh itu kan? Perlu Anda ketahui, sejak dulu waktu kami membentuk menyusun KPK karena kami pirode pertama,” ucap Tumpak.
Lalu, Ghufron mempersulit kerja Dewas KPK dengan melaporkan sebagian anggota ke Bareskrim Mabes Polri. Aduan berkaitan dengan dugaan penyalahgunaan kewenangan dan pencemaran nama baik.
“Untung saja saya bersyukur bersyukur bahwa aparat penegak hukum kepolisian bisa melihat bahwa ini gak ada-ada sampai sekarang saya enggak pernah dipanggil, mencemarkan nama baik, terlalu itu,” ujar Ghufron.
Anggota Dewas KPK Albertina Ho sepakat dengan Tumpak. Persidangan etik Ghufron juga dinobatkan oleh dia sebagai yang paling pusing diurus.
“Pak NG itu karena tadi sudah disampaikan oleh Pak Ketua, dengan dilaporkan kami itu ke Barreskrim kemudian digugat ke TUN, kemudian ke Mahkamah Agung Judicial Review otomatis pikiran kami itu harus terbagi,” kata Ghufron.
Albertina harus membagi fokus ke persidangan PTUN, MA, dan etik saat itu. Lalu, dia juga harus memikirkan jawaban atas laporan Ghufron di Bareskrim Polri.
Albertina merupakan orang yang dilaporkan oleh Ghufron. Dia sampai sekarang mengaku bingung dengan keputusan komisioner KPK itu karena persidangan etik menjadi urusan lima anggota Dewas.
“Kenapa Dewas berlima yang dilaporkan cuma tiga, kami bertiga inilah yang dilaporkan, kenapa yang dua tidak kan semua kami laksanakan itu kolektif-kolegial, kenapa pilih bertiga yang dua tidak,” terang Albertina.