Anggota Dewas KPK Albertina Ho. Foto: MI/Susanto.
Candra Yuri Nuralam • 25 April 2024 07:56
Jakarta: Koordinasi antara Dewan Pengawas (Dewas) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK) dinilai bukan pelanggaran etik. Penilaian tersebut merupakan respons pelaporan anggota Dewas KPK Albertina Ho yang dilakukan oleh Komisioner Lembaga Antirasuah Nurul Ghufron.
“Albertina Ho selaku anggota Dewas KPK yang meminta analisis transaksi keuangan eks jaksa KPK yang diduga melakukan pemerasan kepada saksi yang ia tangani merupakan kewenangan mutlak Dewas KPK dalam rangka pembuktian pelanggaran kode etik,” kata Ketua IM57+ Institute M Praswad Nugraha melalui keterangan tertulis, Kamis, 25 April 2024.
Praswad mengaku bingung koordinasi itu berakhir dengan laporan dari Ghufron. Apalagi, PPATK tidak mempermasalahkan permintaan data yang dilakukan Dewas KPK.
“Tentunya PPATK akan memiliki pertimbangan dalam menindaklanjuti permintaan tersebut (dari Dewas KPK),” ujar Praswad.
Dewas KPK juga dipastikan berhak mencari bukti dan bekerja sama dengan instansi lain dalam pengusutan dugaan pelanggaran etik pegawai. Praswad menegaskan aturan main itu tertulis jelas dalam aturan yang berlaku.
“Perlu ditegaskan bahwa Dewas KPK memiliki wewenang penuh untuk mencari bukti. Dewas KPK adalah bagian dari lembaga penegak hukum dan merupakan satu kesatuan utuh bagian dari KPK,” tegas Praswad.
Laporan Ghufron dinilai membela jaksa yang diduga memeras saksi. Dewas KPK diharap mengecek alasan komisioner tersebut mengadu.
“Menjadi persoalan, tindakan Ghufron yang seharusnya mendukung pembongkaran kasus korupsi malah mendudukan diri seakan menjadi pembela yang menolak pengungkapan kasus korupsi. Melalui hal tersebut justru perlu dicek apa sebetulnya motif dan ketakutan apa yang disembunyikan Ghufron dalam pembongkaran kasus ini,” ucap Praswad.
Ghufron melaporkan Albertina ke Dewas KPK. Mantan hakim itu sudah membuka suara atas aduan dari komisioner Lembaga Antirasuah tersebut.
Albertina mengatakan laporan terhadapnya berkaitan dengan penyalahgunaan kewenangan. Menurutnya, Ghufron menilai anggota Dewas KPK itu melakukan kesalahan saat berkoordinasi dengan PPATK.
“Masalah koordinasi dengan PPATK untuk permintaan informasi tentang transaksi keuangan yang mencurigakan dalam pengumpulan bukti-bukti kasus jaksa TI (yang diduga memeras saksi) yang dilaporkan diduga melanggar etik karena menerima gratifikasi dan suap,” ujar Albertina.
Menurut Albertina, koordinasi dengan PPATK itu tidak dilakukan dengan membawa nama pribadinya. Melainkan, lanjutnya, mengatasnamakan Dewas KPK.