Ilustrasi. Foto: Freepik.
Eko Nordiansyah • 30 September 2025 12:17
Jakarta: Harga emas (XAU/USD) kembali mencatatkan kenaikan signifikan pada perdagangan sesi Amerika Utara, Jumat lalu, 26 September 2025, setelah laporan inflasi terbaru dari Amerika Serikat memperkuat taruhan pasar terhadap kebijakan dovish Federal Reserve (The Fed). Emas naik sekitar 0,60 persen, dengan XAU/USD bertahan di level tinggi dan menegaskan tren bullish yang masih solid.
Saat memasuki perdagangan Selasa pagi, 30 September 2025, emas berada di kisaran USD3.840-an, seiring meningkatnya minat investor pada aset safe-haven di tengah kekhawatiran potensi shutdown pemerintah AS. Menurut analis Dupoin Futures Indonesia, Andy Nugraha, kondisi teknikal saat ini tetap mendukung tren bullish.
“Kombinasi pola candlestick dan indikator Moving Average menunjukkan bahwa XAUUSD masih bergerak dalam tren positif. Jika tekanan bullish berlanjut, emas berpotensi menguji level USD3.875 dalam waktu dekat,” kata dia dalam keterangan tertulisnya.
Namun, ia juga memperingatkan kemungkinan koreksi. “Apabila harga gagal mempertahankan momentum, area USD3.806 bisa menjadi target penurunan jangka pendek,” tegasnya.
Dari sisi fundamental, harga emas terdorong oleh sentimen pelemahan dolar AS yang tertekan oleh ketidakpastian politik. Risiko penutupan pemerintahan (government shutdown) AS memunculkan kekhawatiran baru karena berpotensi menunda rilis data ekonomi penting, termasuk laporan Nonfarm Payrolls (NFP) September yang disusun oleh Bureau of Labor Statistics (BLS).
Bloomberg melaporkan bahwa jika shutdown terjadi, BLS tidak akan merilis data ekonomi, sehingga pasar kehilangan salah satu indikator penting untuk mengukur arah kebijakan moneter The Fed.
Sementara itu, pandangan dari para pejabat The Fed memberikan warna yang beragam terhadap arah kebijakan ke depan. Alberto Musalem dari The Fed St. Louis menegaskan bahwa ekspektasi inflasi masih “cukup tinggi,” meskipun ia mengakui adanya risiko pelemahan di pasar tenaga kerja.
Baca juga:
Kilau Harga Emas Kinclong, Cetak Rekor Baru Lagi |
John Williams dari The Fed New York menyatakan bahwa kebijakan moneter saat ini sudah cukup restriktif dan mampu memberikan tekanan ke bawah pada inflasi, dengan catatan pasar tenaga kerja memang perlahan melemah.
Sebelumnya, Beth Hammack dari The Fed Cleveland juga mengingatkan bahwa inflasi masih terlalu tinggi dan tren pergerakannya tidak sesuai dengan target disinflasi.
Selain faktor makroekonomi, ketegangan geopolitik juga menambah dukungan bagi reli emas. Kementerian Pertahanan Rusia mengklaim telah menguasai desa Shandryholove di wilayah Donetsk timur Ukraina, meningkatkan kekhawatiran akan eskalasi konflik.
“Ketidakpastian geopolitik biasanya meningkatkan aliran modal ke aset aman seperti emas, sehingga menambah momentum bullish,” ungkapnya.
Di sisi pasar obligasi, imbal hasil Treasury AS bertenor 10 tahun turun tiga basis poin menjadi 4,141 persen, sementara imbal hasil riil AS yang dihitung dengan mengurangkan ekspektasi inflasi dari imbal hasil nominal turun ke 1,761 persen. Penurunan imbal hasil ini berkorelasi terbalik dengan harga emas, sehingga mendukung kenaikan logam mulia tersebut.
Ke depan, agenda pasar akan dipenuhi dengan serangkaian data dan komentar pejabat The Fed. Investor akan mencermati laporan ketenagakerjaan ADP, PMI Manufaktur ISM, klaim tunjangan pengangguran awal, serta data NFP September yang menjadi salah satu indikator utama arah kebijakan moneter.
Dengan kombinasi faktor teknikal yang masih bullish, risiko politik di AS, serta dukungan dari faktor geopolitik dan penurunan imbal hasil obligasi, emas tetap positif dalam jangka pendek. Namun, volatilitas diperkirakan meningkat menjelang rilis data ekonomi AS.
“Trader disarankan untuk mengantisipasi dua skenario: peluang kenaikan menuju USD3.875 jika tren bullish berlanjut, atau koreksi ke USD3.806 bila sentimen dolar dan obligasi kembali menguat,” ujar dia.