M Sholahadhin Azhar • 16 October 2025 20:01
Jakarta: Skema Mutual Agreement Procedure (MAP) dan Advance Pricing Agreement (APA) diyakini efektif, dalam mencegah perselisihan terkait pajak. Hal tersebut diungkap Analis Senior MAP/APA Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Septian Fachrizal.
“MAP melibatkan authority kompeten kedua negara untuk berunding. Perlakuan pajak selaras di kedua negara, tidak ada pajak berganda. Sementara untuk APA merupakan kesepakatan harga transfer di awal sebelum sengketa atau audit,” jelas Septian dalam keterangan yang dikutip Kamis, 16 Oktober 2025.
Septian menyampaikan secara umum pencegahan dan penanganan sengketa perpajakan dilakukan melalui MAP dan APA. MAP adalah mekanisme negosiasi antar-otoritas pajak untuk menyelaraskan perlakuan pajak lintas negara, sementara APA merupakan kesepakatan harga transfer di muka.
Pemaparan diungkap dalam webinar RSM Indonesia bertajuk Internasional Tax Updates. Menurut Septian, bahwa munculnya sengketa pajak tidak terlepas dari beberapa latar belakang di antaranya iransfer Pricing, terutama untuk transaksi lintas negara (cross-border), menjadi area prioritas DJP dan otoritas pajak di banyak negara.
Otoritas pajak memandang Transfer Pricing sebagai potensi profit shifting. Selain itu, target pemeriksaan tahun 2025 naik ±13,29% dari realisasi 2024, sehingga risiko pemeriksaan makin besar.
Dipaparkan juga bahwa manfaat MAP dan APA untuk menghindari sengketa berulang. Kemudian, memperoleh kepastian hingga 15 tahun (5 tahun ke belakang dan 10 tahun ke depan dengan perpanjangan) sehingga perusahaan bisa fokus pada pertumbuhan bisnis, bukan hanya menghadapi pemeriksaan pajak.
Partner Tax RSM Indonesia T Qivi Hady Daholi menambahkan bahwa dengan APA, perusahaan bisa tenang dan mengalihkan energi ke pengembangan usaha tanpa khawatir audit transfer pricing berulang. Selain itu, juga menujukkan penerapan tata kelola yang baik.
Pajak/Ilustrasi MI
“Kalau sudah ada Advance Pricing Agreement, perusahaan dapat fokus ke
business growth. Menghindari audit-audit yang sifatnya berulang terus menerus,” kata Hady.
Senada, Managing Partner Tax RSM Indonesia Ichwan Sukardi menyampaikan bahwa BEPS diluncurkan OECD/G20 sejak 2013. Hal itu menanggulangi praktik penghindaran pajak oleh perusahaan multinasional.
“Indonesia sudah mengadopsi hampir seluruh 15 aksi BEPS, termasuk aturan digital economy, CFC rules, interest limitation, treaty abuse, PE (permanent establishment), transfer pricing, dan multilateral instrument,” kata Ichwan.
Menurut Ichwan, banyak klien multinasional yang memerlukan dukungan khusus. Terutama, untuk pilar 2 terkait global minimum tax dan transfer pricing.