Gedung KPK. Foto: Medcom.id/Fachri Audhia Hafiez.
Candra Yuri Nuralam • 6 March 2024 22:48
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penelusuran pada sebuah rumah di daerah Srengseng, Kembangan, Jakarta Barat. Hunian itu milik bos pakaian dalam bermerek Rider, Hanan Supangkat.
“Informasi yang kami peroleh betul (penggeledahan di rumah Hanan),” kata juru bicara bidang penindakan KPK Ali Fikri melalui keterangan tertulis, Rabu, 6 Maret 2024.
Kepala Bagian Pemberitaan KPK itu menjelaskan penelusuran tersebut dilakukan penyidik terkait dengan dugaan korupsi yang menjerat mantan Mentan Syahrul Yasin Limpo.
Ali belum bisa memerinci apa yang dilakukan oleh penyidik di rumah Hanan. Informasi lanjutan atas penggeledahan itu akan dibeberkan setelah pemeriksaan rampung.
Kasus TTPU Syahrul masih di tahap penyidikan. Sementara itu, dugaan pemotongan dana, dan penerimaan gratifikasi yang menjeratnya sudah masuk ke tahap persidangan.
Sebelumnya Hanan Supangkat dipanggil KPK pada Jumat (1/3/2024) lalu dalam kapasitasnya sebagai saksi. Saat itu, Hanan bersikap kooperatif memenuhi panggilan penyidik dan memberikan kesaksiannya terkait dugaan proyek di Kementerian Pertanian.
Hanan diperiksa penyidik KPK untuk didalami pengetahuannya terkait komunikasi antara dirinya, dalam hal ini sebagai saksi, dengan SYL. Selain itu,juga dikonfirmasi mengenai informasi dugaan adanya proyek pekerjaan Hanan di Kementerian tersebut. Hanan saat diperiksa mengaku bisnis utamanya di bidang tekstil dan tidak terdapat pekerjaan di lingkungan kementerian pertanian.
“Kalau Core business intinya kan memang di pakaian dalam ya, dan dia juga sudah mengkonfirmasi itu,” kata Ali Fikri kepada wartawan.
Kasus pencucian uang Syahrul masih di tahap penyidikan. Sementara itu, dugaan pemotongan dana, dan penerimaan gratifikasi yang menjeratnya sudah masuk ke tahap persidangan.
Syahrul didakwa menerima gratifikasi dan pemotongan dana di Kementerian Pertanian. Total pemotongan dananya yakni Rp44.546.079.044, sedangkan gratifikasi yakni Rp40.647.444.494.
Penerimaan dana itu dibantu oleh Sekretaris Jenderal (Sekjen) nonaktif Kementan Kasdi Subagyono, dan Direktur Alat dan Mesin Pertanian Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian nonaktif Kementan Muhammad Hatta.
Dalam kasus pemotongan dana, Syahrul, Kasdi, dan Hatta disangkakan melanggar Pasal 12 huruf e Juncto Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sementara itu, dalam dugaan penerimaan gratifikasi, Syahrul disangkakan melanggar Pasal 12 B jo Pasal 18 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.