Ilustrasi. Metrotvnews.com.
Siti Yona Hukmana • 18 February 2025 14:11
Jakarta: Pembebasan dua warga negara asing (WNA) asal India yang juga tersangka kasus dugaan penggelapan dana perusahaan Arab Saudi, AS dan SH, lewat mekanisme restorative justice dikritik. Langkah tersebut dinilai dapat berdampak negatif untuk iklim investasi di Indonesia.
"Jadi kalau polisi melepaskan (tersangka dua WNA India) dan menghentikan kasusnya tanpa sepengetahuan korban, ini ada penyalahgunaan wewenang. Ini sangat berbahaya bagi iklim investasi di Indonesia," kata pakar hukum pidana Abdul Fickar Hadjar, Jakarta, Selasa, 18 Februari 2025.
Hal tersebut disampaikan Fickar merespons pembebasan dua WNA asal India tersebut lewat mekanisme restorative justice pada 2023 tanpa sepengetahuan serta pergantian kerugian kepada korban.
Fickar mengingatkan mekanisme restorative justice menekankan pada pemulihan kerusakan korban. Dia heran dengan langkah aparat yang memustukan restorative justice tapi kerugian pemilik perusahaan Arab Saudi di Indonesia itu tidak dikembalikan.
Fickar menduga ada yang bermain dalam perkara ini. Dia mendorong Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo turun tangan mengusut tuntas perkara ini.
Fickar juga mendesak Kejaksaan Agung hingga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dapat memberikan atensi atas kasus ini. Bahkan, Presiden RI Prabowo Subianto diharapkan dapat memberikan perhatian atas bebasnya dua tersangka asal India ini agar tidak menganggu iklim investasi secara nasional.
“Ini harus dilaporkan ke Kapolri juga ke KPK/Kejaksaan jika ada indikasi korupsi. Tidak ada salahnya juga dilaporkan ke ada dampaknya bagi iklim investasi secara nasional,” ujar dia.
Perusahaan besar Arab Saudi yang telah berinvestasi di Indonesia sejak 2012 melaporkan dugaan tindak penggelapan dana yang dilakukan dua WNA asal India, AS dan SH, ke Polda Metro Jaya. Perusahaan asal Arab Saudi itu diduga merugi hingga USD62 juta akibat dugaan penggelapan.
“Laporan polisi itu bernomor No.LP/B/5281/X/2022/SKPT tentang dugaan tindak pidana menempatkan keterangan palsu ke dalam akta autentik dan/atau penggelapan dalam jabatan yang melanggar Pasal 266 KUHP dan/atau Pasal 374 KUHP,” bunyi laporan itu dikutip pada Minggu, 16 Februari 2025.
Kedua WNA asal India, AS dan SH, dilaporkan terkait perjanjian perdamaian homologasi perusahaan besar Arab Saudi itu sesuai putusan PKPU No.164/PDT-SUS.PKPU/2021/PN.NIAGA.JKT.PST di PN Jakarta Pusat. Keduanya diduga membuat dan menggunakan surat palsu dalam perkara PKPU, sehingga perusahaan besar Arab Saudi tersebut harus membayar tagihan sebesar Rp17 miliar.m
Laporan perusahaan besar Arab Saudi tersebut ditangani Ditreskrimum Polda Metro Jaya. Kedua WNA asal India itu juga telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan Subdit Resmob Ditreskrimum Polda Metro Jaya.
Dalam perjalananan kasus ini memunculkan dugaan adanya permainan dari Polda Metro Jaya. Hal ini lantaran mereka dibebaskan melalui mekanisme perdamaian restorative justice pada 2023.
Mekanisme perdamaian restorative justice yang diputuskan Polda Metro Jaya diduga dilakukan tanpa sepengetahuan dan melibatkan pemilik dari perusahaan besar Arab Saudi itu. Pemilik dari perusahaan besar itu belum menerima pengembalian kerugian dari tersangka dua WNA asal India tersebut.
Atas dasar itu, sang pemilik perusahaan mengganti pengurus perusahaan dan membuat laporan polisi kembali di Polda Metro Jaya, namun belum ada perkembangan laporannya. Pihaknya juga mengadukan perkara penghentian perkara ini ke Div Propam Polri.