Transisi ke Energi Rendah Karbon Jadi Suatu Keharusan

Ilustrasi transisi energi. Foto: Medcom.id

Transisi ke Energi Rendah Karbon Jadi Suatu Keharusan

Atalya Puspa • 10 January 2024 17:13

Jakarta: Transisi dari energi kotor ke energi rendah karbon merupakan suatu keharusan dan dilakukan dalam waktu dekat. Hal itu dilakukan karena kondisi bumi saat ini semakin parah dengan adanya krisis iklim.
 
"Kita harus segera beralih. Dalam melakukan peralihan tersebut kita bisa mengembangkan potensi dalam negeri, dari potensi sumber daya alam sendiri," kata Direktur Eksekutif Traction Energy Asia Tommy Pratama dalam sebuah acara daring, Rabu, 10 Januari 2024.
 
Berdasarkan kajian Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas pada 2022, sektor energi merupakan penyumbang emisi terbesar di Indonesia.
 
Sektor energi dan transportasi mendominasi emisi dengan persentase sebesar 50,6 persen atau sebesar satu gigaton (GT) CO2eq dari total emisi di Indonesia pada 2022. Potensi emisi akan terus meningkat hingga di 2030, dengan persentase emisi dari sektor energi diprediksi akan menyentuh angka 1,4 GT CO2eq (59 persen).
 
Namun, komitmen Indonesia termasuk dunia menurut Tommy belum cukup kuat untuk beralih ke energi bersih. Misalnya saja pada kesepakatan di COP-28, peralihan ke energi bersih belum menjadi kewajiban masing-masing negara untuk menurunkan emisi gas rumah kaca.
 
"Negara-negara di COP melaporkan pengurangan emisi, tapi sifatnya tidak mandatory dan hanya bersifat sukarela. Padahal upaya mengurangi emisi sangat penting karena mengingat krisis iklim mengancam eksistensi manusia dan negara," beber dia.

Baca juga: Diplomasi dan Langkah Konkret Indonesia dalam Atasi Perubahan Iklim
 

Dampak krisis iklim sudah di depan mata

 
Menurut Tommy, dampak dari krisis iklim sudah terlihat sangat jelas. Misalnya saja suhu di 2023 yang menjadi tahun terpanas sepanjang sejarah dan telah mencapai kenaikan 1,5 derajat celsius atau ambang batas dari target Perjanjian Paris.
 
"Dan hampir bisa dipastikan pada 2024 kenaikan suhu ini akan melewati 1,5 derajat celsius," imbuh dia.
 
Di samping itu juga bergesernya musim hujan di Indonesia selama tiga bulan serta kegagalan panen akibat cuaca ekstrem di berbagai wilayah. Hal itu merupakan bukti krisis iklim sudah ada di depan mata dan perlu penanganan serius.
 
Tommy menjelaskan, Indonesia sebenarnya memiliki potensi energi bersih yang sangat besar, yakni sebesar 3.687 gigawatt (GW). Namun, hingga kini pemanfaatannya masih mencapai 12,6 GW atau hanya sebesar 0,3 persen dari total potensi yang dimiliki.
 
Beberapa potensi energi bersih yang ada di antaranya energi dari arus laut, energi dari panas bumi, energi dari hidro, energi dari angin dan bioenergi.
 
"Indonesia dengan kekayaan alam hutan yang ada, bisa menjadi pelopor dalam transisi energi dalam mengurangi emisi gas rumah kaca. Ini menjadi penting, selain mengurangi ketergantungan kita terhadap energi kotor, tapi baik sekali untuk mengelola sumber daya energi bersih untuk mempertahankan hajat hidup orang banyak di negara kita," tutup Tommy.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
Viral!, 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(Husen Miftahudin)