2 Anggota TNI Mangkir dari Pemeriksaan KPK Terkait Kasus Gubernur Malut

Juru bicara bidang penindakan KPK Ali Fikri. Foto: Medcom.id/Fachri Audhia Hafiez.

2 Anggota TNI Mangkir dari Pemeriksaan KPK Terkait Kasus Gubernur Malut

Candra Yuri Nuralam • 5 March 2024 13:48

Jakarta: Dua anggota TNI Husni Lelean dan Dede Sobari mangkir dari pemeriksaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Senin, 4 Maret 2024. Keterangan mereka dibutuhkan untuk mendalami dugaan suap yang menjerat Gubernur nonaktif Maluku Utara (Malut) Abdul Gani Kasuba.

"Iya, sejauh ini informasi yang kami peroleh keduanya belum hadir memenuhi panggilan," kata juru bicara bidang penindakan KPK Ali Fikri melalui keterangan tertulis, Selasa, 5 Maret 2024.

Kedua anggota TNI itu merupakan ajudan Abdul Gani. KPK akan memanggil ulang keduanya.

"Kami meyakini berikutnya akan hadir karena keterangannya sangat dibutuhkan sebagai saksi," ujar Ali.

Waktu pemeriksaan ulang belum bisa dipaparkan ke publik saat ini. KPK berjanji akan memberikan informasi lanjutan ke publik jika waktu pastinya sudah ditentukan penyidik.

KPK membuka peluang mendalami dugaan suap terkait izin tambang nikel di Maluku Utara. Gubernur nonaktif Maluku Utara Abdul Gani Kasuba terseret dalam kasus ini.

"Dalam proses penyidikan tidak menutup kemungkinan itu juga ada dugaan penerimaan (suap) yang bersumber dari proses pemberian izin tambang nikel,” kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam telekonferensi yang dikutip pada Jumat, 26 Januari 2024.
 

Baca juga: KPK Tindaklanjuti Laporan IPW Soal Ganjar Terima Gratifikasi Rp100 Miliar

Alex menjelaskan Maluku Utara merupakan salah satu wilayah yang menjadi sumber nikel di Indonesia. Karenanya, kata dia, pemantauan proses perizinan di sektor tersebut dinilai perlu dilakukan.

KPK menetapkan tujuh tersangka dalam kasus dugaan suap pengadaan dan perizinan proyek di Maluku Utara. Mereka yakni Gubernur Maluku Utara Abdul Gani Kasuba, Kadis Perumahan dan Permukiman Pemprov Maluku Utara Adnan Hasanudin, Kadis PUPR Pemprov Maluku Utara Daud Ismail, Kepala BPPBJ Ridwan Arsan, ajudan Abdul, Ramadhan Ibrahi, dan pihak swasta Stevi Thomas serta Kristian Wulsan.

Pada perkara ini, Stevi Thomas, Adnan Hasanudin, Daud Ismail, dan Kristian Wulsan sebagai pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Sedangkan, Abdul, Ramadhan Ibrahim, dan Ridwan Arsan sebagai penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP. 

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Arga Sumantri)