Mantan Ketua KPK Firli Bahuri. Foto: Medcom.id/Candra Yuri Nuralam.
Candra Yuri Nuralam • 9 January 2024 08:48
Jakarta: Penyidik Polda Metro Jaya menemukan dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang dilakukan mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri. Polisi akan mengusut kasus dugaan pencucian uang itu setelah kasus dugaan penerimaan gratifikasi, suap dan pemerasan terhadap mantan Mentan Syahrul Yasin Limpo (SYL) tuntas.
"Jadi penyidik saat ini masih fokus untuk menuntaskan terlebih dahulu dari pidana asal terkait korupsi yang terjadi, nanti baru setelah itu kita akan lakukan tindak lanjut dengan dugaan tindak pidana pencucian uang," kata Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dirrreskrimsus) Polda Metro Jaya Kombes Ade Safri Simanjuntak kepada wartawan, Selasa, 9 Januari 2024.
Ade mengatakan meski belum fokus pada kasus dugaan TPPU, polisi dipastikan mengusut dugaan tindak pidana yang baru muncul ini. Pengusutan nantinya dilakukan berbekal tindak pidana asal, yakni pemerasan.
"Iya, nanti kita tuntaskan perkara pokok pidana asal dari penanganan perkara a quo, kemudian kita tindak lanjuti dengan tindak pidana pencucian uang," ujar Ade.
Polda Metro mengendus dugaan TPPU setelah mengetahui ada sejumlah aset Firli tidak masuk dalam laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN). Terlebih, perolehan aset-aset itu terjadi dalam kurun waktu sama dengan dugaan tindak pidana pemerasan terhadap SYL.
Sejumlah aset itu berada di Jakarta Selatan yakni Apartemen Darmawangsa Essence, maupun di Bekasi, Sukabumi, Yogyakarta (Klaten, Sleman, dan Bantul). Aset-aset berupa tanah dan bangunan ini akan menjadi materi penyidikan yang akan didalami penyidik.
Firli Bahuri ditetapkan tersangka kasus dugaan pemerasan atas dugaan tindak pidana korupsi berupa pemerasan atau penerimaan gratifikasi atau penerimaan hadiah atau janji oleh pegawai negeri terkait penanganan permasalahan hukum di Kementerian Pertanian (Kementan) Tahun 2020-2023. Namun, nilai uang pemerasan dalam kasus ini belum dibeberkan jelas oleh polisi.
Meski demikian, terungkap dalam sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, bahwa terjadi lima kali pertemuan dan empat kali penyerahan uang kepada Firli. Dengan total senilai Rp3,8 miliar.
Firli dijerat Pasal 12 huruf e atau Pasal 12 huruf B, atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 65 KUHP. Dengan ancaman hukuman penjara seumur hidup.