Ilustrasi korupsi. Medcom.id
Candra Yuri Nuralam • 19 February 2025 21:17
Jakarta: Ketua Komisi D DPRD Jawa Tengah Alwin Basri ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dia terseret tiga kasus, salah satunya proyek penunjukan langsung pada tingkat kecamatan Tahun Anggaran 2023.
Wakil Ketua KPK Ibnu Basuki Widodo mengatakan permainan kotor ini bermula saat Alwin membuka pembicaraan dengan Eko Yuniarto pada November 2022. Saat itu, dia meminta diberikan proyek penunjukan langsung di tingkat kecamatan pada Kota Semarang senilai Rp20 miliar.
“Yang dalam pelaksanaannya akan dikoordinir M (Ketua Gapensi Semarang Martono),” kata Ibnu di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu, 19 Februari 2025.
Penunjukan Martono tidak gratis. Alwin meminta komitmen fee senilai Rp2 miliar.
Permintaan itu disepakati Martono. Dia menyerahkan Rp2 miliar kepada Alwin sebagai komitmen fee pada Desember 2022.
“Sebagai komitmen fee proyek penunjukan langsung kecamatan,” ucap Ibnu.
Menindaklanjuti proyek itu, Martono menyampaikan kepada seluruh anggota Gapensi akan ada proyek yang dibuat masif per kecamatan. Namun, harus ada pemotongan 13 persen dari nilai proyek untuk Martono.
Uang itu wajib diberikan sebelum proyek dimulai. Hasilnya, dia berhasil mengantongi uang miliaran rupiah.
“Bahwa, komitmen
fee yang diterima M (Martono) atas permintaannya kepada para kontraktor anggota Gapensi adalah senilai Rp1.400.000.000,” ujar Ibnu.
Sebagian uang yang diterima Martono dipakai untuk kebutuhan Alwin. Salah satunya digunakan untuk membuat mobil hias untuk festival bunga di Semarang.
Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu (HGR) alias Mbak Ita juga memanfaatkan uang itu. Dia memakainya untuk kepentingan Pemkot Semarang yang tidak dianggarkan APBD.
Dalam kasus ini, Mbak Ita dan Alwin terseret dalam tiga dugaan rasuah. Itu, berupa pengadaan meja kursi fabrikasi SD pada Dinas Pendidikan Kota Semarang, pengaturan pada proyek penunjukkan langsung, dan pemotongan uang kepada Bapenda Semarang.
Mbak Ita dan Alwin disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b dan Pasal 12 huruf f dan Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Aias Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.