Korupsi di ASDP, KPK Minta Sekretaris Korporasi Beberkan Kesepakatan Direksi

KPK/Ilustrasi Metro TV/Fachri

Korupsi di ASDP, KPK Minta Sekretaris Korporasi Beberkan Kesepakatan Direksi

Candra Yuri Nuralam • 15 May 2025 08:42

Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), memeriksa satu saksi berinisial SA dalam proses kerja sama usaha dan akuisisi PT Jembatan Nusantara oleh PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) pada Rabu, 15 Mei 2025. SA diminta menjelaskan kesepakatan para petinggi atas proyek itu.

“Saksi didalami terkait kesepakatan direksi dan komisaris atas kerja sama usaha dan akuisisi PT Jembatan Nusantara yang dilakukan ASDP,” kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo melalui keterangan tertulis, Kamis, 15 Mei 2025.
 

Baca: Korupsi di ASDP, KPK Panggil Pemilik Jembatan Nusantara

Budi hanya mau memerinci inisial saksi itu. Berdasarkan informasi yang dihimpun, saksi adalah Corsec ASDP Shelvy Arifin.

“Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK,” ujar Budi.

KPK menetapkan 4 tersangka dalam kasus ini yakni pemilik PT Jembatan Nusantara Adjie, mantan Direktur Utama PT ASDP Ira Puspadewi, eks Direktur Komersial dan Pelayanan ASDP Muhammad Yusuf Hadi, dan mantan Direktur Perencanaan dan Pengembangan ASDP Harry MAC.

Kasus ini bermula saat Adjie menawarkan perusahaannya yang memiliki banyak kapal kepada Ira untuk diakuisisi oleh ASDP pada 2014. Namun, rencana itu ditolak oleh dewan dan direksi karena armada yang dimiliki Jembatan Nusantara sudah tua.

Beberapa tahun setelahnya, Ira dilantik sebagai direktur utama di perusahaan pelat merah itu. Adjie lantas menawarkan lagi perusahaannya untuk diakuisisi.

Penawaran Adjie akhirnya diterima pada periode 2019-2020. Kerja sama dilanjut pada 2021-2022.

Nilai akuisisi dalam proyek ini senilai Rp1,2 triliun. Kesepakatan penuh terjadi pada 20 Oktober 2021.

Sejumlah proses dalam akuisisi perusahaan ini diduga disamarkan. Salah satunya yakni mengubah dokumen pemeriksaan kapal tua, menjadi seakan-akan baru.

Dalam kasus ini, Jembatan Nusantara mewariskan utangnya setelah diakuisisi. Negara ditaksir rugi Rp893,1 miliar dalam kasus ini.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(M Sholahadhin Azhar)