Juru bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto. Foto: Medcom/Candra.
Candra Yuri Nuralam • 2 October 2024 08:03
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami kasus dugaan rasuah terkait pengadaan lahan di Rorotan, Jakarta Utara. Sebanyak dua pegawai Perumda Sarana Jaya diperiksa penyidik pada Selasa, 1 Oktober 2024.
“Saksi-saksi hadir, didalami terkait dengan prosedur keuangan di Sarana jaya dan proses pembayaran tanah di Rorotan,” kata juru bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto melalui keterangan tertulis, Rabu, 2 Oktober 2024.
Tessa cuma mau memerinci inisial dua saksi itu yakni YAN dan AFR. Namun, berdasarkan informasi yang dihimpun, keduanya yakni Supervisor Pengawasan Pengembangan Usaha Satuan Pengawas Internal Sarana Jaya Yulia Afifah Noerjanah dan Junior Manager Sub Divisi Akuntansi dan Anggaran Sarana Jaya Asep Firdaus Risnandar.
“Pemeriksaan dilakukan di Gedung KPK Merah Putih,” ucap Tessa.
Tessa enggan memerinci skema pembayaran yang dilakukan Sarana Jaya. Informasi itu saat ini harus dirahasiakan sampai persidangan digelar.
KPK menetapkan lima tersangka dalam kasus ini yakni, Direktur Utama Perumda Pembangunan Sarana Jaya Yoory Corneles Pinontoan, Direktur Pengembangan Perumda Pembangunan Sarana Jaya Indra S Arharrys, Direktur Utama PT Totalindo Eka Persada Donald Sihombing, Komisaris Totalindo Eka Persada Saut Irianto Rajagukguk, dan Direktur Keuangan Totalindo Eka Persada Eko Wardoyo.
Kasus ini bermula ketika Perumda Pembangunan Sarana Jaya ingin berinvestasi soal pengadaan lahan pada 2019 sampai 2021. Saat itu, PT Totalindo Eka Persada menawarkan lahan kepada perusahaan pelat merah tersebut.
Tanah yang ditawarkan seluas 11,7 hektare. Harga yang dibuka yakni Rp3,2 juta per meter persegi.
Kesepakatan awal yakni lahan mau dibeli Perumda Sarana Jaya dengan harga Rp3 juta per meter per segi. Harga itu disepakati tanpa melakukan kajian internal lebih dulu.
Penawaran itu tidak mengartikan Perumda Sarana Jaya membeli lahan dengan harga lebih murah. Sebab, kata Asep, harga lahan sekitaran lokasi hanya Rp2 juta per meter persegi.
Ketidaknormalan harga itu sudah diketahui Yoory. Tapi, kata Asep, dia malah meminta data dari KJPP diabaikan.
Total, Perumda Sarana Jaya menyepakati Rp371,5 miliar untuk pembelian lahan dengan PT Totalindo Eka Persada. Padahal, lahan itu sejatinya milik PT Nusa Kirana Real Estate.
Negara ditaksir merugi Rp223,8 miliar atas permainan kotor itu. Data itu didapatkan dari laporan investasi dan pengadaan tanah oleh Perumda Pembangunan Sarana Jaya.
Dalam kasus ini, para tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana.