Pacu Konsumsi, Apindo Minta BI Segera Pangkas Suku Bunga Acuan

Ilustrasi. Foto: Dokumen Kementerian Keuangan

Pacu Konsumsi, Apindo Minta BI Segera Pangkas Suku Bunga Acuan

Insi Nantika Jelita • 18 September 2024 15:14

Jakarta: Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Widjaja Kamdani mendorong Bank Indonesia (BI) untuk segera menurunkan suku bunga atau BI Rate. Hingga Agustus 2024, BI masih mempertahankan BI Rate di level 6,25 persen.
 
Menurut Shinta, langkah bank sentral yang memangkas suku bunga acuan tersebut dapat mendukung kinerja pelaku usaha dan menggenjot konsumsi dalam negeri.
 
"Kami sangat berharap bila BI memutuskan untuk menurunkan suku bunga sesegera mungkin," kata Shinta kepada Media Indonesia, Rabu, 18 September 2024.
 
Shinta berpandangan BI tidak memiliki urgensi untuk mempertahankan suku bunga karena sejumlah parameter ekonomi yang dianggap sudah terkendali, seperti inflasi yang terjadi.
 
Kemudian nilai tukar rupiah yang menguat menjadi Rp15.395 per USD pada pertengahan September. Serta, arus modal masuk yang kuat dan cadangan devisa yang mencapai rekor USD150,2 miliar.
 
"BI memiliki ruang gerak yang lebih besar untuk menurunkan suku bunga acuan saat ini secara preemptive, meskipun besaran penurunannya juga perlu dipertimbangkan untuk memastikan tidak ada shock pasar yang merugikan," ungkap Shinta.
 

Baca juga: Pengusaha Yakin Kinerja Sektor Riil Terdongkrak Bila BI Pangkas Suku Bunga
 

Pecut perekonomian

 
Shinta kemudian menjelaskan dampak dari penurunan suku bunga acuan BI antara lain suku bunga pinjaman riil bagi pelaku usaha dan masyarakat diproyeksi akan terkoreksi menjadi lebih rendah.
 
Lalu, persyaratan pemberian pinjaman juga diproyeksikan tidak seketat saat ini, sehingga terjadi quantitative easing atau pelonggaran kuantitatif kebijakan moneter oleh bank sentral untuk merangsang perekonomian.
 
"Quantitative easing ini akan menjadi motor pertumbuhan usaha di berbagai sektor usaha," jelas dia.
 
Selain itu, quantitative easing juga dianggap akan menguntungkan sektor-sektor usaha yang selama ini mengalami kesulitan memperoleh pinjaman modal karena bidang usahanya dianggap lebih high risk atau memiliki risiko tinggi.
 
Lalu, dapat memicu pertumbuhan kredit yang bersifat produktif seperti kredit modal kerja atau sejenisnya dan menggenjot kredit investasi karena persyaratan pinjaman dan bunga pinjaman yang lebih terjangkau.
 
"Kondisi pertumbuhan tersebut akan menciptakan efek ekonomi yang positif bagi pelaku usaha karena adanya pasar yang mendukung pertumbuhan usaha secara kontinu," papar Shinta.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Husen Miftahudin)