Juru bicara KPK Budi Prasetyo. Metrotvnews/Candra
Kasus Suap Tambang Nikel Disetop KPK, Ini Alasannya
Candra Yuri Nuralam • 28 December 2025 12:06
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap alasan menyetop kasus dugaan suap izin tambang nikel di Konawe Utara. Salah satu penyebabnya ialah penghitungan kerugian negara yang tak kunjung selesai.
"Penerbitan SP3 oleh KPK sudah tepat, karena tidak terpenuhinya kecukupan alat bukti dalam proses penyidikan yang dilakukan, pasal 2 pasal 3 nya, yaitu terkendala dalam penghitungan kerugian keuangan negara," kata juru bicara KPK Budi Prasetyo melalui keterangan tertulis, Sabtu, 28 Desember 2025.
Budi mengatakan hitungan kerugian negara penting untuk penanganan kasus ini. Jika tidak ada, perkaranya tidak bisa dibawa ke persidangan.
Selain itu, kasus ini disetop karena sudah kelamaan diusut. Terbilang, tempus perkara pada 2009.
"Kemudian dengan tempus perkara yang sudah 2009, ini juga berkaitan dengan daluarsa perkaranya, yakni terkait pasal suapnya," ujar Budi.
Budi menegaskan penyetopan kasus dilakukan dengan tepat. Jika tidak, KPK akan menggantung nasib orang tanpa kejelasan.
"Artinya, pemberian SP3 ini untuk memberikan kejelasan dan kepastian hukum kepada para pihak terkait. Karena setiap proses hukum harus sesuai dengan norma-norma hukum," ucap Budi.
Baca Juga:
Sayangkan Kasus Izin Tambang Disetop, MAKI Nilai KPK Melakukan Kesalahan |
.jpeg)
Gedung Merah Putih KPK. Metrotvnews/Candra
Eks Bupati Konawe Utara Aswad Sulaiman ditetapkan sebagai tersangka korupsi pemberian izin pertambangan nikel. Aswad diduga melakukan korupsi terkait izin eksplorasi, izin usaha pertambangan, dan izin operasi produksi di wilayahnya.
Aswad juga diduga merugikan negara hingga Rp2,7 triliun. Angka itu berasal dari penjualan produksi nikel yang melalui proses perizinan yang melawan hukum.
Saat itu, Aswad langsung mencabut secara sepihak kuasa pertambangan, yang mayoritas dikuasai PT Antam. Setelah pencabutan secara sepihak itu, Aswad malah menerima pengajuan permohonan izin eksplorasi dari delapan perusahaan hingga diterbitkan 30 surat keputusan kuasa permohonan eksplorasi.
Dari seluruh izin yang diterbitkan, beberapa telah sampai tahap produksi hingga diekspor. Perbuatan itu berlangsung hingga 2014. Aswad diduga menerima Rp13 miliar dari perusahaan-perusahaan tersebut.