Sayangkan Kasus Izin Tambang Disetop, MAKI Nilai KPK Melakukan Kesalahan

Koordinator MAKI Boyamin Saiman. Foto: Metrotvnews.com/Siti Yona Hukmana.

Sayangkan Kasus Izin Tambang Disetop, MAKI Nilai KPK Melakukan Kesalahan

Candra Yuri Nuralam • 27 December 2025 14:22

Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyetop kasus dugaan suap dalam izin eksplorasi, usaha pertambangan, dan operasi produksi di Konawe Utara. Keputusan itu disayangkan Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI).

"Kami sangat menyesalkan karena telah dihentikannya penanganan kasus dugaan korupsi tersebut oleh Komisi Pemberantasan Korupsi," kata Koordinator MAKI Boyamin Saiman melalui keterangan tertulis, Sabtu, 27 Desember 2025.

KPK mengeklaim kasus itu tidak cukup bukti untuk dilanjutkan. Sebab, perizinan yang diduga disuap terjadi pada 2009.

MAKI menilai KPK melakukan kesilapan. Sebab, izin diterbitkan oleh eks Bupati Konawe Utara Aswad Sulaiman pada 2017.

"Izin usaha pertambangan tersebut diberikan kepada 17 perusahaan pertambangan nikel pada tahun 2017 oleh Bupati Konawe Utara saat itu, yaitu Aswad Sulaiman," ucap Boyamin.

Boyamin menyebut ada kejanggalan dalam penerbitan izin pertambangan yang dilakukan Aswad, saat menjabat. Klaim KPK soal tidak cukup bukti dinilai kesalahan.

MAKI mendorong Kejaksaan Agung (Kejagung) turun tangan atas perkara yang sudah disetop itu. Korps Adhyaksa disarankan untuk mengambil alih perkara.

"Kami berharap agar Kejaksaan Agung melalui Jaksa Agung Muda Pidana Khusus dapat memberikan atensi dan berkenan untuk menangani kasus dugaan korupsi tersebut secara tuntas," terang Boyamin.

Aswad Sulaiman ditetapkan sebagai tersangka korupsi pemberian izin pertambangan nikel. Aswad diduga melakukan korupsi terkait izin eksplorasi, izin usaha pertambangan, dan izin operasi produksi di wilayahnya.

Aswad juga diduga merugikan negara hingga Rp2,7 triliun. Angka itu berasal dari penjualan produksi nikel yang melalui proses perizinan yang melawan hukum.

Saat itu, Aswad langsung mencabut secara sepihak kuasa pertambangan, yang mayoritas dikuasai PT Antam. Setelah pencabutan secara sepihak itu, Aswad malah menerima pengajuan permohonan izin eksplorasi dari delapan perusahaan hingga diterbitkan 30 surat keputusan kuasa permohonan eksplorasi.

Dari seluruh izin yang diterbitkan, beberapa telah sampai tahap produksi hingga diekspor. Perbuatan itu berlangsung hingga 2014. Aswad diduga menerima Rp13 miliar dari perusahaan-perusahaan tersebut.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
(Anggi Tondi)