Ilustrasi. Foto: Dok MI
Jakarta: Nilai tukar rupiah pada penutupan perdagangan sore ini berhasil menguat terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Sejak perdagangan pagi, rupiah sudah memukul mundur dolar AS setelah berhari-hari melemah.
Mengacu data Bloomberg, Selasa, 24 Juni 2025, rupiah menguat hingga 138,5 poin atau 0,84 persen ke posisi Rp16.353,5 per USD dibandingkan sebelumnya di posisi Rp16.492 per USD pada penutupan perdagangan sebelumnya.
Sementara itu, berdasarkan data Yahoo Finance, rupiah menguat hingga 135 poin atau 0,82 persen menjadi Rp16.345 per USD dibandingkan sebelumnya di posisi Rp16.480 per USD pada penutupan perdagangan sebelumnya.
Sedangkan berdasarkan data Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (disingkat Jisdor), mata uang Garuda ini terpantau berada di posisi Rp16.370 per USD. Rupiah melemah dibandingkan Jumat lalu sebesar Rp16.484 per USD.
(Ilustrasi rupiah. Metrotvnews.com/Eko Nordiansyah)
Rupiah sudah diprediksi menguat
Analis pasar uang Ibrahim Assuaibi memprediksi rupiah pada hari ini akan bergerak secara fluktuatif, meski demikian rupiah diprediksi akan menguat. Rupiah menurutnya ditutup menguat di rentang Rp16.450 per USD hingga Rp16.500 per USD
Ibrahim mengungkapkan, pergerakan rupiah hari ini dipengaruhi sentimen pasar yang mencerna serangan AS terhadap situs nuklir Iran selama akhir pekan, yang menandai eskalasi yang berpotensi mengerikan dalam konflik Timur Tengah, menandai masuknya AS secara resmi ke dalam konflik Israel-Iran yang baru.
Presiden AS Donald Trump mengklaim serangan itu telah menyebabkan kerusakan monumental dan telah memusnahkan fasilitas tersebut, meskipun hal ini tidak dapat segera diverifikasi. Investor sekarang mengamati bagaimana Teheran akan menanggapi serangan itu.
"Titik fokus utama adalah Selat Hormuz, jalur pelayaran utama untuk Asia dan Timur Tengah, yang dapat diblokir oleh Teheran," ujar Ibrahim.
Laporan media Iran mengatakan Teheran sedang mempertimbangkan langkah tersebut. Blokade di selat tersebut akan sangat mengganggu pengiriman minyak dan gas ke beberapa wilayah Asia dan Eropa, yang dapat menyebabkan gangguan ekonomi yang lebih besar di kawasan tersebut.
Dari dalam negeri, lanjut Ibrahim, pasar terus merespons negatif kondisi global yang terus meningkat akibat eskalasi di Timur Tengah terus memanas setelah AS ikut Bersama Israel melakukan penyerangan terhadap fasilitas Nuklir Iran, yang membuat harga minyak mentah melambung tinggi.
"Harga minyak sangat mudah terpengaruh oleh dinamika geopolitik. Kondisi ini mengancam stabilitas pasokan minyak global dan inflasi yang akan meningkat," papar dia.