Kasus Vonis Lepas CPO, Hakim Nonaktif Djuyamto Dituntut 12 Tahun Penjara

Hakim nonaktif Djuyamto dituntut 12 tahun penjara dalam kasus dugaan suap vonis lepas perkara pemberian ekspor minyak kelapa sawit atau crude palm oil (CPO). Metrotvnews.com/Kautsar

Kasus Vonis Lepas CPO, Hakim Nonaktif Djuyamto Dituntut 12 Tahun Penjara

Kautsar Widya Prabowo • 29 October 2025 15:17

Jakarta: Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut hakim nonaktif Djuyamto pidana 12 tahun penjara dalam kasus dugaan suap vonis lepas perkara pemberian ekspor minyak kelapa sawit atau crude palm oil (CPO). Tuntutan itu dibacakan dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu, 29 Oktober 2025.

Dalam surat tuntutan, jaksa menyatakan Djuyamto terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi menerima suap yang dilakukan secara bersama-sama. Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 6 ayat (2) juncto Pasal 18 Undang-Undang Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Djuyamto dengan pidana penjara selama 12 tahun, dikurangi masa tahanan, dan tetap ditahan di rumah tahanan negara,” ujar jaksa di persidangan, Jakarta, Rabu, 29 Oktober 2025.
 

Baca Juga: 

Kasus Korupsi CPO, Penyitaan hingga Penyerahan Rp13 Triliun ke Negara


Selain pidana badan, jaksa menuntut Djuyamto membayar denda sebesar Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan. Jaksa turut meminta majelis hakim menjatuhkan pidana tambahan berupa uang pengganti sebesar Rp9,5 miliar.

Uang pengganti tersebut akan diperhitungkan dengan aset milik terdakwa yang telah disita penyidik berupa tanah dan bangunan. Jika dalam waktu 1 bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap uang pengganti belum dibayar, jaksa akan menyita dan melelang harta benda terdakwa.

"Dan, dalam hal terdakwa tidak mempunyai harta benda lagi yang mencukupi untuk membayar uang pengganti maka diganti dengan pidana penjara selama 5 tahun," terang jaksa.



Jaksa membeberkan hal-hal yang memberatkan dan meringankan terdakwa. Jaksa menyebut perbuatan terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam mewujudkan penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari KKN.

Tindakan terdakwa mencederai kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan. Terdakwa terbukti menikmati hasil tindak pidana suap.

Hal yang meringankan, yakni terdakwa bersikap kooperatif, mengakui perbuatannya, dan belum pernah dihukum.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
Viral!, 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(Achmad Zulfikar Fazli)