Harga Minyak Merosot ke Level Terendah

Ilustrasi. Foto: Freepik.

Harga Minyak Merosot ke Level Terendah

Husen Miftahudin • 30 January 2025 15:02

Jakarta: Harga minyak mentah mengalami penurunan tajam pada perdagangan Rabu (29/1), dengan minyak mentah berjangka AS (WTI) turun USD1,15 atau 1,6 persen ke level USD72,62 per barel. Ini menjadi harga penyelesaian terendah sepanjang tahun ini, setelah data stok minyak mentah AS menunjukkan peningkatan lebih besar dari perkiraan, yang memberikan tekanan tambahan pada harga.

Berdasarkan analisis teknikal dari Dupoin Indonesia Andy Nugraha, kombinasi pola candlestick dan indikator Moving Average yang terbentuk saat ini mengonfirmasi tren bearish masih dominan pada WTI. Tekanan jual yang kuat dapat membawa harga minyak turun lebih dalam, dengan potensi mencapai level USD71.

"Namun, jika terjadi rebound, harga WTI diperkirakan dapat mengalami kenaikan hingga ke level USD75 sebagai target terdekatnya," ungkap Andy dikutip dari analisis hariannya, Kamis, 30 Januari 2025.

Faktor utama yang mempengaruhi pergerakan harga minyak hari ini adalah kenaikan stok minyak mentah di AS sebesar 3,46 juta barel minggu lalu. Peningkatan ini terjadi karena merosotnya aktivitas penyulingan untuk minggu ketiga berturut-turut, seperti yang dilaporkan oleh Badan Informasi Energi AS (EIA). Lonjakan stok ini menandakan berkurangnya permintaan minyak mentah, yang berkontribusi pada pelemahan harga.

Selain itu, kebijakan ekonomi global juga menjadi faktor yang memicu volatilitas pasar minyak. Gedung Putih pada Selasa kembali menegaskan rencana Presiden Donald Trump untuk menerapkan tarif 25 persen pada impor dari Kanada dan Meksiko mulai 1 Februari. Langkah ini berpotensi meningkatkan ketidakpastian perdagangan dan memperlambat permintaan minyak global.
 

Baca juga: Harga Minyak Dunia Tergelincir Imbas Kenaikan Stok di AS


(Ilustrasi pergerakan harga minyak. Foto: dok ICDX)
 

Fed tahan suku bunga


Dari sisi kebijakan moneter, Federal Reserve AS mempertahankan suku bunga tetap pada pertemuan Rabu. Namun, The Fed tidak memberikan sinyal jelas mengenai kapan mereka akan mulai menurunkan biaya pinjaman. Ketidakpastian ini dapat mempengaruhi tingkat pertumbuhan ekonomi dan permintaan minyak ke depannya.

Para pelaku pasar juga menantikan pertemuan menteri OPEC+ yang dijadwalkan pada 3 Februari. Fokus utama pertemuan ini adalah keputusan mengenai rencana peningkatan pasokan mulai April. Pekan lalu, Presiden Trump sempat meminta OPEC+ untuk menurunkan harga minyak, tetapi hingga kini belum ada respons resmi dari kelompok tersebut. Para delegasi menyatakan kemungkinan perubahan kebijakan pada pertemuan Februari masih kecil.

Sementara itu, kekhawatiran terhadap pasokan global sedikit mereda setelah National Oil Corp Libya melaporkan aktivitas ekspor berjalan normal. Hal ini terjadi setelah negosiasi dengan para pengunjuk rasa yang sebelumnya mengancam akan menghentikan pemuatan di salah satu pelabuhan minyak utama Libya. Meski demikian, risiko gangguan pasokan dari Libya tetap ada mengingat kondisi geopolitik negara tersebut yang masih bergejolak.

Dalam menghadapi ketidakpastian pasar minyak, pelaku pasar perlu mencermati pergerakan harga dengan strategi yang fleksibel. Dengan tekanan jual yang masih dominan, peluang koreksi harga tetap terbuka, namun potensi rebound juga bisa dimanfaatkan sebagai peluang trading.

"Dinamika kebijakan global, keputusan OPEC+, serta perkembangan ekonomi utama akan menjadi faktor penentu arah pergerakan minyak ke depan," jelas Andy.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Husen Miftahudin)