Menjamin BUMN Sehat dan Bersih

Ilustrasi BUMN. Foto: MI.

Menjamin BUMN Sehat dan Bersih

Media Indonesia • 26 September 2025 06:13

BARU tujuh bulan berlaku, kini Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) kembali diperbaiki. Wajar, bahkan niscaya, bahwa beleid yang diketuk palu pada Februari lalu itu memang mesti diperbaiki. Banyak celah yang amat mungkin jadi embrio moral hazard muncul dari aturan tersebut.

Selain soal Kementerian BUMN yang fungsinya dipertanyakan akibat kehadiran lembaga baru bernama Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara), pasal yang menyebut pejabat BUMN bukan penyelenggara negara juga jadi celah menganga bagi potensi masuknya perilaku culas.

Celah itu teramat dalam, karena dengan aturan tersebut, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak bisa memeriksa direksi dan komisaris BUMN yang terindikasi korupsi. Padahal, sudah jadi rahasia umum, perusahaan BUMN yang sakit-sakitan karena terus merugi, salah satunya diduga akibat perilaku korup sebagian pejabatnya.

Perusahaan asuransi Jiwasraya jadi contoh kasus teranyar. Izin usaha perusahaan BUMN itu bahkan sampai dicabut oleh Otoritas Jasa Keuangan pada Januari 2025 akibat gagal bayar. Kasus hukumnya pun terus bergulir mengingat kerugian negara mencapai Rp16,81 triliun.
 

Baca juga: UU BUMN Direvisi, Status Kementerian dan Rangkap Jabatan Dihapus

Kasus itu sekaligus membuka mata betapa bobroknya tata kelola di BUMN asuransi tersebut. Itu baru di Jiwasraya. Bagaimana dengan tata kelola BUMN lainnya? Amat mungkin, bila tidak segera dicegah, peristiwa serupa bakal terjadi di BUMN lain.

Akan tetapi, dengan adanya Pasal 9G Undang-Undang No 1/2025, yang menyebut anggota direksi, dewan komisaris, dan dewan pengawas BUMN bukan merupakan penyelenggara negara, KPK tak dapat lagi menyidik perusahaan pelat merah itu. Boleh jadi, aturan tersebut awalnya dimaksudkan agar BUMN bisa lebih leluasa bergerak, dan para petingginya tidak takut untuk membuat keputusan terobosan karena bisa dianggap menyalahi aturan.

Namun, tidak bisa disalahkan pula jika ada yang menilai bahwa aturan tersebut diutak-atik untuk melepaskan petinggi BUMN dari jeratan hukum pemberantasan korupsi. Keberadaan pasal itu jelas sangat mengerikan. Petinggi BUMN dapat bekerja secara sembarangan dalam menjalankan perusahaan karena semua keputusan mereka dilindungi oleh undang-undang. Penggelapan modal kerja perusahaan, misalnya, bisa saja dilakukan secara terang-terangan karena mereka tak takut lagi diperiksa KPK. Padahal, BUMN dimodali oleh negara atas nama masyarakat.

Gedung Kementerian BUMN. Foto: Medcom/Ayu.

Karena itu, kita perlu mengapresiasi para pembuat undang-undang yang pada tujuh bulan kemudian kembali teringat bahwa BUMN adalah perusahaan milik negara. BUMN jelas memiliki peran penting dalam memajukan ekonomi negeri ini. Selain menjalankan fungsi pelayanan umum, BUMN juga berfungsi sebagai alat negara untuk mencari keuntungan, tentunya demi memajukan kesejahteraan umum.

Namun, apa jadinya jika perusahaan BUMN terus merugi, apalagi akibat perbuatan korup? Bahkan, tak sedikit BUMN yang tiap tahun bolak-balik disuntik penyertaan modal negara (PMN) akibat terus merugi. Rakyat sebagai pemodal utama tentu yang paling dirugikan. Sementara itu, dengan undang-undang yang ada, pembuat kerugian bisa lepas dari pertanggungjawaban. Risiko terparah paling hanya dicopot dari jabatan.
 
Baca juga: Respons Dony Oskaria soal Poin Krusial Revisi UU BUMN Bergulir di DPR

Maka, dalam menyusun UU BUMN yang baru, kali ini DPR dan pemerintah mesti benar-benar mendengar aspirasi masyarakat. Parlemen jalanan yang sempat terjadi pada akhir Agustus lalu tentu bisa menjadi pengingat bahwa masyarakat sudah tak mau lagi aturan hukum diutak-atik seenaknya.

Soal pengaturan dan koordinasi BUMN yang kini di bawah Danantara, masyarakat tak mempersoalkannya. Selagi BUMN masih mendatangkan keuntungan bagi negara, mau siapa pun yang mengelola asal tak korup, itu tak jadi soal. Rakyat lebih membutuhkan jajaran profesional yang piawai mengelola uang rakyat demi kemajuan ekonomi bersama.

Dengan mengembalikan aturan bahwa pejabat BUMN adalah penyelenggara negara, fungsi pengawasan kian menguat. Kehati-hatian menjalankan tata kelola BUMN lebih bisa dijamin, tanpa mesti takut diterungku karena membuat terobosan yang memang dibutuhkan.

Itu adalah jalan menuju BUMN yang sehat, bersih, dan menguntungkan. Jika usaha negara untung, rakyat sebagai pemodalnya pun tentu ikut untung.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
Viral!, 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(Anggi Tondi)