Juru bicara KPK Budi Prasetyo. Foto: Metrotvnews.com/Candra Yuri Nuralam.
Candra Yuri Nuralam • 21 July 2025 20:03
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Pemilik PT Jembatan Nusantara Adjie (A) sebagai tahanan rumah. Dia merupakan tersangka dalam kasus dugaan korupsi dalam proses kerja sama usaha dan akuisisi Jembatan Nusantara oleh ASDP Indonesia Ferry (Persero).
"Tersangka A saat ini berstatus sebagai tahanan rumah karena memang kondisi kesehatannya sedang tidak baik," kata juru bicara KPK Budi Prasetyo di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin, 21 Juli 2025.
Budi mengatakan, Adjie sakit dan harus menjalani perawatan saat ditahan penyidik, dalam kasus ini. Karena kondisi tubuhnya tak kunjung membaik, KPK menetapkannya sebagai tahanan rumah agar bisa diperiksa, dan melanjutkan proses hukum.
"Hari ini diperiksa sebagai tersangka untuk melengkapi berkas-berkas penyidikan," ujar Budi.
Masa penahanan Adji sudah dihitung sejak dijadikan tahanan rumah. KPK segera melengkapi berkas perkaranya untuk disidangkan dalam perkara ini. "KPK tentu berharap berkas segera lengkap dan bisa segera dilakukan tahap dua," ucap Budi.
KPK menetapkan empat tersangka dalam kasus ini yakni pemilik PT Jembatan Nusantara Adjie, mantan Direktur Utama PT ASDP Ira Puspadewi, eks Direktur Komersial dan Pelayanan ASDP Muhammad Yusuf Hadi, dan mantan Direktur Perencanaan dan Pengembangan ASDP Harry MAC.
Cuma Adjie yang kasusnya belum masuk ke tahap persidangan. Sebab, dia baru ditahan, dan kini dibantarkan karena sakit.
Kasus ini bermula saat Adjie menawarkan perusahaannya yang memiliki banyak kapal kepada Ira untuk diakuisisi oleh ASDP pada 2014. Namun, rencana itu ditolak oleh dewan dan direksi karena armada yang dimiliki Jembatan Nusantara sudah tua.
Beberapa tahun setelahnya, Ira dilantik sebagai direktur utama di perusahaan pelat merah itu. Adjie lantas menawarkan lagi perusahaannya untuk diakuisisi. Penawaran Adjie akhirnya diterima pada periode 2019-2020. Kerja sama dilanjut pada 2021-2022.
Nilai akuisisi dalam proyek ini senilai Rp1,2 triliun. Kesepakatan penuh terjadi pada 20 Oktober 2021.
Sejumlah proses dalam akuisisi perusahaan ini diduga disamarkan. Salah satunya yakni mengubah dokumen pemeriksaan kapal tua, menjadi seakan-akan baru.
Jembatan Nusantara mewariskan utang setelah diakuisisi. Negara ditaksir rugi Rp893,1 miliar dalam kasus ini.