Ilustrasi. Foto: dok Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
Faustinus Nua • 25 June 2024 11:34
Jakarta: Pengamat ekonomi Yanuar Rizky menilai turunnya pendapatan APBN hingga tujuh persen pada Mei 2024 merupakan dampak dari kebijakan pemerintah Joko Widodo di masa lalu. Sama halnya dengan investasi yang akan memberi dampak di masa depan, apa yang terjadi saat ini tidak terlepas dari kebijakan-kebijakan sebelumnya.
"Ya, kalau investasi adalah transaksi hari ini untuk masa depan, maka apa yang terjadi hari ini adalah hasil investasi kebijakan di masa lalu," ujar Yanuar kepada Media Indonesia, dikutip Selasa, 25 Juni 2024.
Dijelaskannya, akar dari turunnya pendapatan, pertama, karena naiknya nilai tukar rupiah yang membuat harga barang konsumsi naik. Sementara daya beli kelompok menengah stagnan, dan kelompok atas cenderung menahan belanja dan menahan cash (saving) karena kekhawatiran ketidakpastian akibat melemahnya kurs.
Kedua, sisi perdagangan yang barangnya dari impor akibat turunnya konsumsi mengurangi belanja barang impor. Ketiga, sisi produksi yang bahan bakunya dari impor, juga mengurangi belanja, karena kesulitan penyesuaian harga jual.
"Sisi lain, ekspor komoditas seperti batubara juga menurun, karena Tiongkok juga tengah mengalami tekanan industri karena turunnya demand barang jadi dari Amerika Serikat dan Eropa. Itu semua mengakibatkan tekanan penerimaan," jelas dia.
Menurut Yanuar, ini menunjukan tantangan yang besar dari pemerintahan baru dalam mengatasi kegagalan belanja APBN di masa lalu yang dibiayai utang berbunga tinggi. Pasalnya hal itu tidak mampu menumbuhkan produktivitas fiskal, utamanya dalam hal daya tahan pangan yang terus turun rasio pertanian dari GDP dan daya kerja yang juga terus turun rasio manufaktur dari GDP.
"Pemerintahan baru perlu fokus, mencari Quick Win sekaligus memitigasi risiko jurang fiskal yang terjadi. Perlu tim yang efisien dan efektif dalam melakukan harmonisasi dan sinkronisasi fiskal moneter dan dana jaminan sosial ke pangan, energi, dan uang beredar," kata dia.
| Baca juga: Airlangga Tepis Isu Defisit Anggaran Lampaui 3% |