Juru bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto. Medcom.id/Candra Yuri Nuralam
Candra Yuri Nuralam • 16 October 2024 09:46
Jakarta: Tersangka kasus dugaan rasuah pengadaan sistem kapal inspeksi perikanan Indonesia (SKIPI) sekaligus Direktur Utama PT Daya Radar Utama (PT DRU) Amir Gunawan hingga kini belum ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Lembaga Antirasuah menunggu penghitungan kerugian negara rampung untuk melakukan upaya paksa itu.
“Penyidik juga bekerja sama dengan auditor yang terpilih untuk bisa segera menyelesaikan penghitungan kerugian negara sehingga tersangka bisa ditahan,” kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto di Jakarta, Rabu, 16 Oktober 2024.
Tessa menjelaskan kasus pengadaan SKIPI diusut menggunakan Pasal 2 dan Pasal 3 dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi. Penghitungan kerugian negara penting untuk pembuktian dalam persidangan.
“Karena kalau seandainya tersangka ditahan dan penghitungan kerugian negaranya juga belum selesai tentunya akan menjadi kekurangan pada saat berkas tersebut disajikan ke persidangan,” ucap Tessa.
Hingga kini KPK terus mendorong auditor merampungkan penghitungan kerugian negara dalam perkara itu. Sehingga, proses hukum tersangkanya bisa berjalan sampai persidangan.
KPK menetapkan empat tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan kapal patroli di Ditjen Bea dan Cukai dan KKP. Keempat orang itu yakni Direktur Utama PT Daya Radar Utama (PT DRU), Amir Gunawan; pejabat pembuat komitmen (PPK) Bea dan Cukai, Istadi Prahastanto; Ketua Panitia Lelang, Heru Sumarwanto; dan Aris Rustandi selaku PPK KKP.
Istadi, Amir dan Heru diduga melakukan sejumlah perbuatan melawan hukum dalam proses pengadaan hingga pelaksanaan pekerjaan pengadaan 16 kapal patroli cepat (Fast Patrol Boat/FCB) di Ditjen Bea dan Cukai. Salah satunya, mengarahkan panitia lelang agar memilih PT DRU untuk menggarap proyek tahun jamak 2013-2015 senilai Rp1,12 triliun tersebut.
Namun setelah dilakukan uji coba, kecepatan dan sertifikasi dual-class 16 kapal patroli itu tidak sesuai dengan yang dipersyaratkan di kontrak. Meski tidak sesuai, pihak Ditjen Bea dan Cukai tetap menerima dan menindaklanjuti pembayaran.
Selama proses pengadaan Istadi dan kawan-kawan menerima 7.000 Euro sebagai sole agent mesin yang dipakai oleh 16 kapal patroli cepat tersebut. Dugaan kerugian negara dalam perkara ini mencapai Rp117.736.941.127.
Kemudian pada perkara berikutnya, Amir dan Aris diduga melakukan cawe-cawe dalam penandatangan kontrak kerja pengadaan 4 unit kapal 60 meter untuk Sistem Kapal Inspeksi Perikanan (SKIPI) pada Ditjen Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan KKP. Nilai kontrak proyek ini USD58.307.789.
Aris diketahui membayar seluruh termin pembayaran proyek pengadaan empat kapal SKIPI kepada PT DRU senilai USD58.307.788 atau setara Rp744.089.959.059. Padahal, biaya pembangunan empat kapal itu hanya Rp446.267.570.055.
Tak hanya itu, KPK mensinyalir terdapat sejumlah perbuatan melawan hukum lain dalam proses pengadaan. Di antaranya, belum adanya Engineering Estimate, persekongkolan dalam tender, dokumen yang tidak benar dan sejumlah PMH lainnya.
Empat kapal SKIPI itu juga diduga tidak sesuai spesifikasi yang diisyaratkan dan dibutuhkan, misalnya kecepatan tidak mencapai syarat yang ditentukan, kekurangan panjang kapal sekitar 26 cm, markup volume plat baja dan aluminium serta kekurangan perlengkapan kapal lain. Kerugian negara dari kasus ini mencapai Rp61.540.127.782.