Podium MI: Semrawut Rumah Rakyat

Dewan Redaksi Media Group Ahmad Punto. Foto: MI/Ebet.

Podium MI: Semrawut Rumah Rakyat

Media Indonesia • 22 August 2025 07:00

SEBETULNYA, siapa sih yang lebih membu­tuhkan rumah, rakyat atau wakil rakyat di parlemen? Bukankah masih banyak masya­rakat Indonesia yang belum punya rumah, yang mestinya jadi prioritas negara untuk dibantu supaya bisa memiliki rumah, tapi kok malah para anggota DPR yang dikasih tunjangan perumahan dengan besaran yang jumbo? 

Itu salah satu respons yang menyeruak di media sosial setelah muncul berita ihwal adanya tambahan penghasilan bagi anggota DPR berupa tunjangan perumahan sebesar Rp50 juta per bulan. Kejengkelan publik membuat dua isu yang sebenarnya tidak berkaitan itu kemudian dikait-kaitkan untuk menunjukkan betapa njom­plangnya keberpihakan negara terhadap rakyat di satu sisi dengan wakil rakyat di sisi yang lain.

Disebut tidak berkaitan karena kedua hal itu memang berada di ranah berbeda. Tanggung jawab penyediaan rumah bagi rakyat, terutama untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), saat ini ada di pundak Kemen­terian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP). Mereka dibekali de­ngan perangkat dan anggaran, termasuk anggaran subsidi, dengan salah satu targetnya mengurangi angka backlog rumah yang jumlahnya masih sangat besar.

Sementara itu, soal rumah jabatan atau tunjangan perumahan bagi anggota dewan ialah urusan rumah tangga DPR. Tujuannya memang ‘menyejahterakan’ anggota, bukan yang lain-lain. Itu bagian dari bentuk tanggung jawab lembaga untuk memberikan fasilitas yang yahud kepada mereka-mereka yang konon diklaim sebagai para pejuang legislasi. Ya, suka-suka mereka saja. 
 

Baca juga: 

Mensesneg Persilahkan Tanya Kemenkeu soal Tunjangan Rumah DPR Rp50 Juta/Bulan


Namun, kiranya publik tidak salah juga mengait-ngaitkan hal tersebut, toh ada dua kata kunci yang bisa menghubungkan keduanya, yaitu ‘rumah’ dan ‘rakyat’. Tidak sekadar dikaitkan, tapi juga bisa dikontradiksikan. Ketika subsidi perumahan untuk rakyat makin seret karena kebijakan efisiensi anggaran, pada saat yang sama tunjangan perumahan buat wakil rakyat malah dibesarkan. 

Dalam perspektif lain, upaya mengaitkan isu tunjangan perumahan DPR dengan isu perumahan rakyat juga bisa dimaknai sebagai bentuk sindiran. Bukan saja menyindir minimnya empati DPR yang justru mengobral fasilitas pada saat kondisi ekonomi masyarakat sedang compang-camping, melainkan juga sindiran untuk pengelola negara yang selama ini memang terkesan setengah hati mendukung sektor perumahan.

Faktanya, sampai hari ini program penyediaan rumah bagi MBR memang masih kedodoran. Meskipun sudah ada kementerian sendiri untuk mengu­rusi persoalan ini (setelah selama 10 tahun pemerintahan Presiden Jokowi urusan perumahan hanya menjadi bagian kecil dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat/PU-Pera), akselerasi untuk mengejar keter­tinggalan backlog belum terlalu terlihat. Masih tertatih-tatih. 

Target 3 juta rumah yang dicanangkan Presiden Prabowo Subianto, hingga 10 bulan pemerintahan ini berjalan, masih saja terasa terlalu ambisius dan mengawang-awang akibat ketiadaan peta jalan yang jelas dan minimnya dukungan anggaran. Nihilnya peta jalan membuat baik langkah maupun gebrakan yang dilakukan Kementerian PKP lebih bersifat sporadis. Kalau meminjam istilah yang kerap digunakan dalam konteks pelanggaran pe­milu, tidak ada langkah yang TSM alias terstruktur, sistematis, dan masif. 
 
Baca juga: Puan Buka Peluang Evaluasi Tunjangan Rumah Anggota DPR

Belakangan, di tengah sulitnya pemerintah berakselerasi di lintasan sektor perumahan, malah muncul ‘perselisihan’ di pucuk pimpinan Kementerian PKP. Antara Menteri PKP Maruarar Sirait dan Wakil Menteri Fahri Hamzah. Salah satunya mereka berselisih pendapat secara tajam tentang progres pengejaran target program 3 juta rumah. 

Menteri Maruarar dalam berbagai kesempatan tampak percaya diri men­jelaskan pencapaian kementeriannya dari hari ke hari, dari bulan ke bulan. Sebaliknya, Wamen Fahri justru mementahkannya. Dalam rapat koordinasi bersama Kemenko Bidang Infrastruktur dan Pengembangan Kewilayahan (IPK), Fahri bahkan meminta maaf kepada Menko IPK Agus Harimurti Yu­dhoyono (AHY) karena program 3 juta rumah belum membuahkan hasil hingga saat ini. 

Padahal, sudah bagus Presiden Prabowo menghidupkan lagi Kementerian PKP. Banyak kalangan menilai urusan perumahan di era Jokowi seolah ha­nya menjadi kegiatan tambahan di antara kesibukan Kementerian PU-Pera membangun infrastruktur. Karena itu, para stakeholder industri perumahan dan properti sempat berekspektasi cukup tinggi menyambut kembalinya kementerian yang mengurusi sektor papan di Tanah Air. 

Akan tetapi, makin ke sini malah makin ruwet. Jika yang pucuk saja ber­seteru, bersimpang jalan, apakah kita masih layak menjaga ekspektasi di awal itu? Kalau urusan sepenting itu dalam pelaksanaannya malah direcoki ketidakkompakan dua pejabat tingginya, lalu bagaimana nasib pemenuhan rumah bagi masyarakat kecil? 

Celakanya, dalam kesemrawutan situasi seperti itu, publik ‘ditonjok’ lagi dengan fakta terbaru bahwa anggota DPR dapat tunjangan rumah dengan nilai fantastis, satu bulan Rp50 juta. Bagaimana mereka enggak sewot? Mana mungkin mereka tidak menggerundel? 

Sekalipun dua isu itu tidak berkaitan langsung, bukankah relasi antara rakyat dan wakil rakyat semestinya selalu senapas dalam semua aspek? Termasuk ketika rakyat terengah-engah untuk mendapatkan rumah, apa­kah tidak seharusnya mereka yang dipilih di pemilu untuk mewakili rakyat punya tanggung jawab mencarikan jalan keluar, bukan malah sibuk mencari alasan untuk membenarkan tunjangan rumah DPR yang jumbo? 

Ah, tapi sudahlah. Rakyat kecil tak boleh iri. Asal tahu saja, para anggota dewan terhormat itu sudah bekerja amat keras mewakili kita, jadi biarkan mereka menikmati semua fasilitas yang diberikan negara. Soal rumah, biarkan juga mereka yang mewakili kita punya rumah bagus dan men­tereng. Rakyat enggak usah neko-neko, cukup jadi ‘kontraktor’ saja alias pindah-pindah kontrakan.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
Viral!, 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(Anggi Tondi)