Ilustrasi. Foto: Dok MI
Eko Nordiansyah • 26 September 2025 16:14
Jakarta: Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada penutupan perdagangan sore ini terpantau berbalik menguat. Rupiah sedikit menguat setelah mengalami pelemahan atas dolar AS sejak pembukaan perdagangan pagi tadi.
Mengacu data Bloomberg, Jumat, 26 September 2025, rupiah menguat meski cuma 11 poin atau setara 0,07 persen hingga ke posisi Rp16.738 per USD dibandingkan sebelumnya di posisi Rp16.749 per USD.
Sementara berdasarkan data Yahoo Finance, rupiah juga menguat 14 poin atau setara 0,08 persen menjadi Rp16.733 per USD dibandingkan sebelumnya di posisi Rp16.747 per USD.
Sedangkan berdasarkan data Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (disingkat Jisdor), mata uang Garuda ini terpantau di posisi Rp16.775 per USD. Rupiah anjlok dibandingkan kemarin yang berada di posisi Rp16.752 per USD.
Baca juga:
Respons Pelemahan Rupiah, BI Gunakan Seluruh Instrumen Jaga Stabilitas |
Pengamat mata uang dan komoditas Ibrahim Assuaibi mengungkapkan alasan rupiah jatuh hingga Rp16.700 per dolar AS (USD) sore ini. Jika tren ini berlanjut hingga menembus Rp16.800 per dolar AS, Ibrahim menilai ada kemungkinan rupiah terperosok lebih dalam.
Menurut Ibrahim, pelemahan rupiah didorong oleh faktor eksternal maupun internal. Dari sisi eksternal, Presiden Amerika Serikat Donald Trump dalam pidatonya di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Selasa lalu, menyampaikan pernyataan lebih agresif terhadap Rusia. Ia memperingatkan negara-negara Eropa agar menghentikan pembelian minyak dari Rusia, serta membuka kemungkinan sanksi baru yang menargetkan aliran energi.
"Meski belum ada kebijakan konkret, retorika ini meningkatkan risiko geopolitik di pasar global," kata Ibrahim dalam keterangannya, Kamis, 25 September 2025.
Situasi semakin memanas karena Ukraina, dengan dukungan NATO dan Amerika Serikat, meningkatkan serangan drone terhadap infrastruktur energi Rusia dalam beberapa minggu terakhir. Target serangan tersebut meliputi kilang minyak dan terminal ekspor, dengan tujuan mengurangi pendapatan ekspor Moskow. Ketegangan ini membuat indeks dolar AS menguat signifikan hingga mendekati level 97,85, sehingga memberi tekanan tambahan pada rupiah.
Dari sisi internal, lanjut Ibrahim, perdebatan mengenai kebijakan tax amnesty juga memengaruhi pasar. Pada era pemerintahan Presiden Jokowi di bawah Menteri Keuangan Sri Mulyani, tax amnesty dilaksanakan sebanyak dua kali dan mendapat sambutan positif dari pasar. Kebijakan ini terbukti mampu menarik dana masuk kembali ke pasar modal Indonesia dan memperkuat rupiah.
Namun, di pemerintahan saat ini, rencana tax amnesty ditolak Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa, dengan alasan dikhawatirkan menjadi ajang kongkalikong pengusaha. Keputusan tersebut justru mendapat respons negatif dari pasar.
"Ini karena dianggap menghilangkan peluang untuk memperkuat basis penerimaan negara sekaligus menambah kepercayaan investor," kata Ibrahim.