Ilustrasi. Foto: Dok MI
Jakarta: Nilai tukar (kurs) rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) kembali mengalami pelemahan pada pembukaan perdagangan hari ini. Ketidakpastian ekonomi dunia disebut menjadi penyebab jatuhnya mata uang Garuda.
Mengutip data Bloomberg, Selasa, 11 Maret 2025, rupiah hingga pukul 09.08 WIB berada di level Rp16.411 per USD. Mata uang Garuda tersebut melemah 44 poin atau setara 0,27 persen dari Rp16.367 per USD pada penutupan perdagangan sebelumnya.
Sementara itu, berdasarkan data Yahoo Finance, rupiah melemah hingga 70 poin atau 0,43 persen menjadi Rp16.404 per USD dibandingkan perdagangan sebelumnya di posisi Rp16.335 per USD.
Faktor penyebab rupiah melemah
Analis pasar uang Ibrahim Assuaibi memproyeksikan mata uang rupiah untuk perdagangan hari ini akan fluktuatif namun ditutup melemah di rentang Rp16.350 hingga Rp16.430 per USD.
Ibrahim mengatakan terdapat sejumlah sentimen yang menyertai gerak rupiah pada perdagangan hari ini. Dari luar negeri, investor berhati-hati di tengah kekhawatiran kebijakan tarif Presiden AS Donald Trump pekan lalu.
Trump meningkatkan ketegangan perdagangan dengan mengenakan tarif 25 persen pada barang-barang Kanada dan Meksiko, dan meningkatkan pungutan pada produk-produk Tiongkok hingga 20 persen.
(Ilustrasi dolar AS. Foto: Dok MI)
Namun, Trump kemudian melunakkan pendiriannya, dengan menunda tarif selama empat pekan pada sebagian besar barang-barang Meksiko dan Kanada. Di sisi lain, Trump tetap teguh pada pendiriannya terhadap Tiongkok.
Kemudian, tekanan deflasi Tiongkok meningkat pada periode Februari 2025, karena harga konsumen dan produsen turun lebih dari yang diantisipasi di tengah belanja konsumen yang lemah. Indeks harga konsumen (CPI) berkontraksi sebesar 0,7 persen secara tahunan menandai penurunan pertama dalam 13 bulan serta melampaui ekspektasi ekonom sebesar 0,4 persen.
Dari dalam negeri, Bank Indonesia (BI) melaporkan posisi cadangan devisa Indonesia pada akhir Februari 2025 sebesar USD154,5 miliar, turun bila dibandingkan posisi pada akhir Januari 2025 yang mencapai USD156,1 miliar.
Menurunnya cadangan devisa tersebut antara lain dipengaruhi oleh pembayaran utang luar negeri pemerintah. Selain itu, Kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah sebagai respons BI dalam menghadapi ketidakpastian pasar keuangan global yang tetap tinggi.