Ilustrasi PNS. Foto: MI/Ramdani
M Ilham Ramadhan Avisena • 23 July 2024 14:05
Jakarta: Wacana penaikan gaji Aparatur Sipil Negara (ASN) di tahun depan dinilai menambah kompleksitas pengelolaan APBN. Pasalnya pemerintah harus tetap memastikan disiplin fiskal melalui defisit di bawah tiga persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), sementara program presiden terpilih memiliki program yang banyak menelan belanja negara.
Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, situasi itu harus diperhatikan oleh pengelola keuangan negara. Karenanya, jika pengambil kebijakan kukuh ingin menaikan upah ASN, maka peningkatannya tak perlu terlampau tinggi.
"Harus ada pengelolaan defisit APBN termasuk mencegah pelebaran defisit diatas tiga persen dengan banyaknya belanja program pemerintahan yang baru. Kondisi makin kompleks. Jadi gaji PNS idealnya tidak naik lebih dari delapan persen tahun depan," kata dia saat dihubungi, Selasa, 23 Juli 2024.
Penaikan gaji ASN juga sepatutnya diiringi dengan rasionalisasi dari sisi belanja rutin lainnya. Tunjangan-tunjangan kepada menteri, eselon dari tiap kementerian lembaga perlu untuk ditekan. Sebab, belanja untuk memenuhi kantong pejabat dinilai terlampau besar.
Bhima menambahkan, rasionalisasi itu diperlukan lantaran penaikan upah ASN juga dapat berperan penting terhadap tingkat konsumsi rumah tangga. Terlebih jika penaikan gaji itu ditujukan sebagai kompensasi dari kenaikan harga-harga barang.
Dia mengasumsikan jika satu orang ASN memiliki keluarga inti berjumlah empat orang, maka penaikan gaji ASN akan berdampak pada kemampuan konsumsi 16 juta orang di Indonesia.
"Kenaikan gaji PNS tentu punya dampak terhadap belanja masyarakat. Efek belanja masyarakat di daerah juga terpengaruh, sehingga mampu menambah konsumsi domestik di tengah pelemahan sektor ekspor maupun investasi," tutur Bhima.
Baca juga: Wacana Penaikan Gaji ASN, Besaran Gaji Harus Dilihat Menyeluruh |