Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra. Foto: Metrotvnews.com/Kautsar Widya Prabowo.
Fachri Audhia Hafiez • 13 November 2025 23:48
Jakarta: Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra menegaskan wacana rehabilitasi yang akan diberikan Presiden Prabowo Subianto kepada narapidana bertujuan untuk memulihkan nama baik, bukan menghapus pidana. Pasalnya, kata dia, pengajuan penghapusan pidana harus terlebih dahulu diajukan peninjauan kembali (PK) kepada Mahkamah Agung (MA) meskipun pidananya sudah dijalankan.
"Tapi masih mungkin juga MA memeriksa kembali kasusnya. Ya terserah MA apakah akan mengabulkan atau menolak permohonan PK yang diajukan nanti," tutur Yusril dalam konferensi pers di Jakarta, seperti dikutip dari Antara, Kamis, 13 November 2025.
Ia pun mencontohkan hal tersebut seperti rehabilitasi yang diberikan Presiden kepada dua guru aparatur sipil negara (ASN) dari Luwu Utara, Sulawesi Selatan, yang dipecat dan divonis penjara 1 tahun oleh MA. Dua guru SMAN 1 Masamba di Luwu Utara dimaksud, yaitu Abdul Muis dan Rasnal, yang dipecat sebagai guru ASN oleh Gubernur Sulawesi Selatan masing-masing pada 4 Oktober 2025 dan 21 Agustus 2025.
Keduanya dijatuhi sanksi pemecatan sebagai buntut dari pemungutan iuran sebesar Rp20 ribu dari orang tua murid pada tahun 2018. Hasil uang yang dikumpulkan itu diberikan kepada
guru-guru honorer yang terlambat menerima gaji hingga 10 bulan.
Tak hanya dikenakan sanksi pemecatan, Abdul Muis dan Rasnal juga dilaporkan oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) ke polisi atas dugaan tindak pidana korupsi. Kasus itu bergulir hingga tingkat kasasi dan MA memutuskan keduanya bersalah sehingga divonis penjara 1 tahun.
Kasus itu kemudian menjadi sorotan publik. Karena perbuatan Abdul Muis dan Rasnal menurut banyak orang justru dinilai berjasa untuk para guru honorer.
Guru asal Luwu Utara, Sulsel, Abdul Muis dan Rasnal, mendapat rehabilitasi dari Presiden RI Prabowo Subianto. Foto: Setpres/Kris.
Dengan demikian, kata dia, rehabilitasi berupa pemulihan status ASN keduanya diberikan Presiden setelah mempertimbangkan bahwa kedua ASN tersebut tidak wajar dijatuhi hukuman.
"Jadi itu tidak ada dalam putusan pengadilan. Itu konsekuensi dari putusan yang menyatakan dia bersalah dan di area itu Presiden mengeluarkan putusan untuk memberikan rehabilitasi," kata Yusril.
Selain pada kedua ASN itu, Yusril mengungkapkan dahulu juga sudah pernah dilakukan pemberian rehabilitasi kepada mantan Panglima Komando Daerah Militer III/Siliwangi (Pangdam Siliwangi) Hartono Rekso Dharsono untuk memulihkan nama baiknya.
Adapun Hartono divonis pidana penjara selama 7 tahun oleh MA setelah dinyatakan bersalah melakukan delik politik dan tindak subversif serta menghadiri rapat-rapat yang berkaitan dengan pengeboman atas beberapa kantor Bank Central Asia (BCA) di Jakarta pada tahun 1984.
"Berbagai pengalaman ini juga akan menjadi bahan pertimbangan bagi kami terhadap kasus-kasus lain yang terjadi untuk diberikan rehabilitasi," ucap Yusril.