MK Revisi UU ITE, 'Rusuh' di Ruang Digital Tidak Lagi Jadi Tindak Pidana

Hakim Konstitusi Arsul Sani membacakan pertimbangan hukum dalam sidang pengucapan Putusan Nomor 115/PUU-XXII/2024, Selasa, 29 April 2025. Foto Humas/Bay

MK Revisi UU ITE, 'Rusuh' di Ruang Digital Tidak Lagi Jadi Tindak Pidana

Riza Aslam Khaeron • 1 May 2025 12:25

Jakarta: Mahkamah Konstitusi (MK) resmi menegaskan bahwa istilah "kerusuhan" dalam Pasal 28 ayat (3) dan Pasal 45A ayat (3) UU Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas UU ITE hanya berlaku untuk kerusuhan yang terjadi secara fisik di masyarakat, bukan di ruang digital.

Hal ini disampaikan MK dalam Putusan Nomor 115/PUU-XXII/2024 yang dibacakan pada Selasa, 29 April 2025.

"Artinya, Penjelasan Pasal 28 ayat (3) UU 1/2024 telah memberikan pembatasan yang jelas bahwa penyebaran pemberitahuan bohong yang menimbulkan kerusuhan yang secara fisik terjadi di masyarakat, tidak termasuk keributan/kerusuhan yang terjadi di ruang digital/siber," ujar Hakim Konstitusi Arsul Sani di Gedung MK, Jakarta, 29 April 2025.

Putusan ini menguatkan tafsir bahwa 'kerusuhan digital' atau 'ribut-ribut di media sosial' tidak lagi bisa menjadi dasar penjeratan pidana berdasarkan Pasal 28 ayat (3) dan Pasal 45A ayat (3) UU ITE.
 

Alasan Penghapusan Makna Kerusuhan di Dunia Maya

MK menyatakan bahwa penerapan pasal ini telah menciptakan ketidakpastian hukum karena multitafsir. Norma tersebut dinilai mengancam prinsip lex certa, lex stricta, dan lex scripta yang merupakan asas fundamental dalam hukum pidana. Oleh karena itu, MK memutuskan frasa "kerusuhan" harus dimaknai terbatas.

"Menyatakan kata 'kerusuhan' dalam Pasal 28 ayat (3) dan Pasal 45A ayat (3) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 [...] tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai 'kerusuhan adalah kondisi yang mengganggu ketertiban umum di ruang fisik, bukan kondisi di ruang digital/siber'," ucap Ketua MK Suhartoyo dalam amar putusan.
 
Baca Juga:
KUHP 2023 Masih Buka Celah Jerat Pengkritik Pemerintah walau UU ITE Tak Bisa Dipakai
 

Pasal yang Disorot: Pasal 28 Ayat (3) dan 45A Ayat (3) UU ITE

Pasal 28 ayat (3) dalam UU ITE sebelumnya berbunyi:

"Setiap Orang dengan sengaja menyebarkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang diketahuinya memuat pemberitahuan bohong yang menimbulkan kerusuhan di masyarakat."

Sementara Pasal 45A ayat (3) menyebutkan:

"Setiap Orang yang dengan sengaja menyebarkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang diketahuinya memuat pemberitahuan bohong yang menimbulkan kerusuhan di masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)."

MK menilai kedua pasal ini berpotensi mengekang kebebasan berekspresi, karena tidak membedakan antara dampak kerusuhan secara nyata dan kegaduhan digital yang tidak menyebabkan kerusakan fisik atau ancaman serius terhadap ketertiban umum.
 

Putusan MK, Perlindungan untuk Kebebasan Berekspresi

Dalam pertimbangannya, Mahkamah mengutip jaminan konstitusional dalam Pasal 28D ayat (1), Pasal 28E ayat (3), dan Pasal 28F UUD NRI 1945. Hak untuk memperoleh informasi dan menyampaikan pendapat tidak boleh dibatasi oleh pasal-pasal yang kabur atau terbuka untuk tafsir sewenang-wenang.

Dengan demikian, 'kegaduhan' di dunia maya, termasuk keributan di media sosial, tidak dapat serta-merta dikriminalisasi sebagai tindak pidana kerusuhan jika tidak menimbulkan gangguan nyata secara fisik di masyarakat.

Putusan ini menjadi penegasan penting dalam pembatasan ruang lingkup pemidanaan atas dasar informasi elektronik. Kritik, opini tajam, atau pernyataan keras di dunia digital tidak bisa langsung dikategorikan sebagai penyebab "kerusuhan" tanpa akibat nyata di dunia nyata.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Surya Perkasa)